REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- PP Muhammadiyah tengah menggelar lokakarya pengembangan kapasitas dan penyusunan kurikulum pendidikan anti-korupsi untuk perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM). Kegiatan digelar 24-26 Oktober 2017 menggandeng dengan langsung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hadir memberikan materi Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, serta mantan Ketua KPK, Busyro Muqqodas, yang mengangkat topik Muhammadiyah dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Ia banyak menuturkan konsep PP Muhammadiyah berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi lewat jalur pendidikan.
"Sebab, sekarang korupsi itu sendiri sudah banyak kategorinya dan yang belakangan banyak terjadi korupsi by design, misalkan melalui proyek infrastruktur, dan aspeknya banyak ada reklamasi, hutan, sawit, gas, minerba, dan lain-lain," kata Busyro di Hotel Quality, Selasa (24/10).
Rekomendasinya di antaranya, mempercepat realisasi sinergi Majelis Hukum-HAM, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, dan Majelis Dikti PP. Terutama, untuk pembentukan pusat riset, advokasi, bantuan hukum dan kebijakan publik tingkat universitas dengan basis lintas fakultas atau program studi.
Selanjutnya, agar pusat riset, kebijakan dan advokasi pencegahan korupsi bisa berdiri sendiri di setiap perguruan tinggi Muhammadiyah, yang memiliki kompetensi program studi dan sumber daya manusia. Lalu, lanjut Busyro, memperbanyak seminar dan lokakarya nasional.
Ia turut meminta diskusi khusus prpblematika korupsi PP Muhammadiyah dengan KPK, PPATK, ICW, Walhi, AMAN, Jatam, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) diperbanyak. Selain itu, ia berpendapat, ada perumusan ideologi kurikulum pemberantas terlebih dulu.
Kemudian, tinggal dilakukan menyusun model kurikulum, evaluasi, edukasi dan advokasi pemberantasan korupsi, serta pelatihan periset, investigator dan aktivis anti korupsi. Menurut Busyro, langkah itu memang harus dilakukan segera, karena korupsi sudah seperti tumor ganas di Indonesia.
"Termasuk grand corruption e-KTP," ujar Busyro.
Selain itu, ia melihat korupsi by design banyak menyerang saat pemilihan kepala daerah, dengan pemodal yang hobi bermain kotor sebagai pengaturnya. Menurut Busyro, mereka berperan sebagai cukong dari calon-calon kepala daerah yang berlaga dan itu terus terjadi sampai sekarang.