REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong pabrik rokok menerapkan otomatisasi menyusul kenaikan cukai sebesar 10,04 persen mulai tahun depan. Namun, ekonom dari institute for development of economics and finance (Indef) Bhima Yudistira menilai, otomatisasi bukan solusi yang tepat untuk industri.
Ia berargumen, permasalahan utama yang bakal dihadapi industri rokok dengan adanya kenaikan cukai adalah permintaan yang menurun, bukan naiknya biaya tenaga kerja atau ongkos produksi. Karenanya, otomatisasi tidak menjadi solusi ketika konsumsi rokok justru menurun.
"Penurunan ini tidak bisa solusinya hanya dilakukan otomatisasi. Percuma produksi rokok bertambah kalau pembelinya mengurangi konsumsi," kata Bhima, saat dihubungi Republika, Selasa (24/10).
Justru, sambung dia, otomatisasi dapat berdampak negatif jika hal itu dilakukan di tengah penurunan konsumsi rokok. Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya. Saat ini tercatat ada sekitar 6 juta orang yang bekerja di industri pengolahan tembakau. "Otomatisasi sangat berisiko menurunkan serapan tenaga kerja," kata Bhima.
Lalu, apa yang dapat dilakukan industri supaya dapat dapat bertahan di tengah gempuran kenaikan cukai? Bhima menyebut, industri perlu lebih inovatif dalam melakukan diversifikasi produk. Salah satunya dengan mengembangkan varian rokok mentol. Ia menilai, fenomena rokok mentol yang ada saat ini cukup menolong industri rokok dari keterpurukan.