REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata Air Foundation dan Alvara Research Center melakukan survei Sikap dan Pandangan Kelas Menengah (PNS, Pegawai BUMN dan Profesional) tentang Radikalisasi Agama Khilafah, Jihad dan Negara Islam di Indonesia. Jumlah responden survei sebanyak 1.200 orang yang tersebar di enam kota besar. Responden dalam riset ini adalah profesional Indonesia dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), swasta dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali mengatakan, survey ini menghasilkan temuan yang menarik terutama terkait persepsi terhadap relasi agama dan negara. Relasi agama dan negara yang diukur dalam riset ini antara lain persepsi terhadap pemimpin non Muslim, persepsi terhadap perda Syariah, ideologi negara, negara Islam dan juga khilafah.
"Pertama, secara umum cukup banyak profesional muda yang tidak mendukung pemimpin non Muslim (jumlahnya mencapai 29,7 persen)," kata Hasanuddin saat merilis hasil survei Alvara Research Center di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, Senin (24/10).
Ia menerangkan, profesional yang tidak mendukung pimpinan non Muslim dari kalangan swasta dan BUMN di angka yang sama yaitu sebanyak 25,9 persen. Jika dibandingkan dengan kategori lainnya, kalangan PNS memiliki angka tidak mendukung tertinggi terhadap pemimpin non Muslim yang dipilih secara demokratis. Angkanya mencapai 31,3 persen.
Kedua, dalam aspek penerapan Perda Syariah di berbagai daerah ada perbedaan pandangan yang cukup signifikan terhadap tingkat persetujuan antara profesional PNS, swasta dan BUMN. Secara umum sebanyak 27,6 persen profesional mendukung Perda Syariah karena dianggap tepat untuk mengakomodir penganut agama mayoritas. PNS yang mendukung Perda Syariah ada sebanyak 35,3 persen dan swasta dengan BUMN 36,6 persen.
"Profesional yang menyatakan tidak tepat karena membahayakan keutuhan NKRI ada sebesar 45,1 persen," ujarnya
Ketiga, Pancasila sebagai ideologi negara. Mayoritas profesional 84,5 persen menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi yang tepat untuk Negara Indonesia. Sedangkan 15,5 persen menyatakan ideologi Islam yang lebih tepat. PNS yang menyatakan ideologi Islam lebih tepat ada sebanyak 19,4 persen. Persentase ini tentunya cukup besar, lebih besar dibanding kategori swasta yang sebanyak 9,1 persen dan BUMN sebanyak 18,1 persen.
Keempat, lanjut Hasanuddin, relasi antara bentuk negara Islam dengan implementasi keislaman secara kaffah. Sebanyak 29,6 persen profesional setuju Negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan Islam secara kaffah. Namun, jika dipersempit lagi dengan khilafah sebagai bentuk negara, mereka yang setuju dengan khilafah ada sebanyak 16,0 persen.
"Sebanyak 84,0 persen menyatakan bahwa bentuk negara yang ideal untuk Indonesia adalah NKRI," ujarnya.
Kemudian yang kelima, persepsi terhadap jihad untuk tegaknya negara Islam/khilafah. Mayoritas profesional tidak setuju untuk berjihad menegakkan negara Islam/khilafah. Namun yang setuju untuk berjihad jumlahnya juga cukup besar, ada sebanyak 19,6 persen. Persentase PNS yang siap berjihad untuk tegaknya negara Islam/khilafah cukup besar pula, lebih besar dibanding swasta dan BUMN.
"Persentase profesional kelas menengah yang siap berjihad untuk tegaknya negara Islam/khilafah lebih besar dibanding kelas atas," terangnya.