REPUBLIKA.CO.ID, NEW YOTK -- Rusia menggunakan hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa (24/10) untuk mencegah pembaharuan mandat terhadap sebuah misi yang menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah. Penyelidikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia - yang dikenal sebagai Mekanisme Investigasi Bersama (JIM) - dibuat dengan suara bulat oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada 2015 dan diperbaharui pada tahun 2016 untuk setahun lagi.
SDF Berhasil Rebut Ladang Minyak Terbesar di Suriah
Misi ini dijadwalkan akan berakhir pada pertengahan November. Cina memilih abstain pada pemungutan suara Selasa, sementara Bolivia bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara dengan memilih 'tidak'. Sebelas negara memilih mendukung usulan tersebut.
Pekan lalu, ISIS menghadapi tekanan kuat dan kehilangan ibu kota de faktonya di Provinsi Ar-Raqqah di Suriah Utara. Ini terjadi setelah serangan selama empat bulan oleh Pasukan Demokratis Suriah (SDF) yang didukung AS. SDF telah sepenuhnya merebut Ar-Raqqah pada Selasa (17/10). Kemenangan itu menandai kelahakan besar pertama ISIS di Suriah, sebab Ar-Raqqah adalah Ibu Kota de Fakto kelompok tersebut.
Dalam satu pekan belakangan, satu kesepakatan dicapai antara SDF dan ISIS dengan penengahan suku setempat di Ar-Raqqah bagi penyerahan diri mereka. Sebanyak 3.500 warga sipil mengungsi dari kota itu selama satu pekan belakangan, selain 275 gerilyawan lokal ISIS, sementara sebanyak 300 lagi orang asing masih berada di kota tersebut untuk menghadapi nasib suram mereka.
Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia pada Selasa mengatakan sebanyak 3.250 orang, termasuk 1.130 warga sipil, telah tewas selama pertempuran empat-bulan di Ar-Raqqah.