REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei yang dilakukan Yayasan Lentera Anak bekerja sama dengan 10 forum anak menemukan fakta bahwa 80,2 persen perusahaan rokok melakukan promosi dengan mencantumkan harga. Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menilai, promosi dengan mencantumkan harga tersebut merupakan cara industri untuk menyasar perokok pemula.
"Ini strategi hard selling untuk memengaruhi anak dan remaja agar segera mengambil keputusan untuk membeli rokok," kata Lisda, saat memaparkan hasil surveinya di kawasan Gondangdia, Jakarta, Rabu (25/10).
Survei yang berlangsung pada Mei-Juni 2017 tersebut dilakukan dengan mengamati 1.397 spanduk, billborad, umbul-umbul, poster, stiker hingga videotron di 10 kota di Indonesia. Adapun kota yang disurvei yakni Banjarmasin, Semarang, Batu, Tangerang Selatan, Pekanbaru, Bekasi, Bandar Lampung, Pasaman Barat, Mataram dan Kupang.
Dari hasil survei, Lisda menyimpulkan bahwa terjadi pergeseran strategi promosi rokok yang semula memunculkan citra pria maskulin. Saat ini, hampir semua perusahaan rokok memunculkan harga produk sebagai strategi marketing mereka.
Lebih lanjut, Lisda memaparkan, timnya juga menemukan bahwa 78,9 persen promosi dilakukan dengan mencantumkan harga rokok per batang. Hanya 18,5 persen mencantumkan harga per bungkus dan sisanya sebanyak 2,6 persen menampilkan harga per batang dan per bungkus.
"Pencantuman harga ini merangsang masyarakat untuk membeli rokok sehingga mendorong peningkatan konsumsi rokok," ucap Linda.
Adapun rentang harga rokok yang dipromosikan juga sangat murah. Sebanyak 78,9 persen promosi menawarkan harga Rp 600-1.000 per batang. Bahkan, ada tiga persen promosi yang menawarkan rokok dengan harga di bawah Rp 600 per batang.
Lisda menyebut, fakta ini mengkhawatirkan mengingat harga tersebut sangat terjangkau oleh anak dan remaja. Promosi harga rokok per batang membuat keterjangkauan anak dan remaja pada produk tersebut semakin mudah. Hal ini, kata dia, jelas akan mendorong peningkatan konsumsi rokok di kalangan anak-anak.
Berdasarkan hasil survei Lentera Anak, rata-rata uang jajan siswa SD saat ini Rp 10.000 per hari, siswa SMP Rp 13.000 per hari dan siswa SMA Rp 27.000 per hari. Beberapa siswa SD dan SMP yang disurvei bahkan mengaku menyisihkan uang jajan mereka untuk membeli rokok.
Karena itu, Lentera Anak mendesak pemerintah menaikkan harga rokok setinggi mungkin sehingga tidak terjangkau oleh anak.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melarang penjualan rokok secara ketengan dan melarang segala bentuk promosi rokok demi melindungi anak-anak dari sasaran target pasar industri rokok. Sebab, berdasarkan sebuah studi yang dilakukan Komnas Anak dan dan Uhamka, masifnya iklan dan promosi telah meningkatkan persepsi positif tentang rokok di kalangan anak dan remaja.