REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurahman kembali terjaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, Bupati yang sempat menang praperadilan dengan KPK tersebut kembali tertangkap tangan setelah diduga melakukan tindak pidana suap yang terjadi di Nganjuk dan berlanjut di Jakarta.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan sebanyak 15 orang diamankan dalam operasi tersebut. Saat ini sebanyak 11 orang sudah berada di dalam Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan termasuk Taufiqurahman.
"KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum para pihak ini.Kami tentu akan menggunakan semaksimal mungkin waktu sekitar 24 jam maksimal setelah proses OTT ini dilakukan sekitar siang hari ini," katanya di Gedung KPK Jakarta, Rabu (25/8).
Febri menuturkan, OTT ini setelah tim mencurigai adanya kegiatan tindak pidana suap yang terjadi di Nganjuk dan berlanjut di Jakarta. Selain Bupati Nganjuk terdapat pula unsur Kepala Dinas dan beberapa pejabat di Kabupaten Nganjuk yang ikut diamankan. Saat ditanyakan kasus suap dan berapa jumlah uang yang diamankan Febri belummau merinci secara detil informasi terkait kasus suap dan berapa jumlah uang yang diamankan.
"Diamankan uang dalam bentuk mata uang rupiah, tentu terkait dengan kewenangan yang bersangkutan sebagai kepala daerah," ujarnya.
Taufiqurrahman sendiri pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 6 Desember 2016. Kader PDIP itu menjabat sebagai Bupati Nganjuk dua periode, yakni pada 2008-2013 dan 2013-2018.Taufiqurrahman saat itu diduga terlibat dalam kasus di lima proyek yang terjadi pada 2009.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan Jembatan Kedung Ingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.
Namun, Taufiqurrahman bisa lepas jeratan tersangka KPK setelah menang di praperadilan. KPK pun akhirnya melimpahkan kasus Taufiqurrahman itu ke Kejaksaan Agung.