REPUBLIKA.CO.ID, MINAHASA -- Komandan Tagana Nasional Hartono memastikan relawan taruna siaga bencana (Tagana) ada di setiap daerah.
Hal itu dimungkinkan lantaran relawan yang direkrut merupakan warga yang tinggal di daerah rawan bencana.
"Tagana termasuk relawan yang tidak hanya menangani bencana, tetapi juga korban karena mereka tinggal di situ. Jadi, daerah bencana pasti ada Tagana," ujarnya.
Hartono pun meyakini Tagana dapat memenuhi harapan Mensos Khofifah Indar Parawansa agar mereka hadir lima menit setelah bencana terjadi. Dia mengklaim Tagana dapat merespons tidak sampai satu jam.
"Dalam waktu lima menit bisa sampai lokasi sebab anggota Tagana tinggal di daerah situ," ujarnya.
Hartono mengatakan, relawan Tagana adalah orang-orang yang profesional dalam menangani bencana. Mereka direkrut oleh Kementerian Sosial (Kemensos) lantas diberikankan bekal ilmu mengenai penanganan bencana.
Tak hanya itu, Tagana dilengkapi dengan seragam pakaian lengkap, peralatan di lapangan, serta semua perlengkapan yang dapat mempercepat gerakan di lapangan.
Untuk melatih relawan Tagana, Kemensos rutin mengadakan Jambore Tagana sebagai ajang uji kompetensi di lapangan.
"Kecakapan mereka saat menangani bencana diuji sehingga pada saat nanti menangani korban bencana, relawan akan lebih sigap, tanggap, dan cepat," kata Hartono saat ditemui wartawan di sela-sela Jambore Nasional Tagana 2017, di lapangan sekitar Stadion Maesa Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (25/10).
Relawan Tagana berasal dari beragam profesi, mulai dari dokter, militer, hingga sarjana maupun magister dari berbagai disiplin ilmu.
"Artinya, Tagana bukanlah pengangguran atau orang yang tak mengenyam pendidikan sekolah," jelas Hartono.
Kemensos menyediakan dana Rp 250 ribu per bulan untuk relawan Tagana. Lantas, ketika terjadi bencana, anggota Tagana ini diberi uang pengerahan yang besarnya relatif.
"Ada yang Rp 100 ribu dan ada yang Rp 75 ribu per hari. Mereka juga mendapatkan tali kasih dari pemerintah daerah (pemda)," katanya.