REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, dalam pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) ini adalah bagaimana memperbaiki sistem penindakan korupsi. Tito menekankan, penangkapan bukan menjadi indikator keberhasilan menindak kasus korupsi.
"Kalau nangkap-nangkap saja, sistemnya tidak diperbaiki maka jadi pegawai negeri, jadi bupati, siap-siap saja nanti ketangkap karena pasti ada salahnya, karena sistemnya tidak diperbaiki," ujar dia di PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (26/10).
Tito berpendapat, penindakan tetap harus dilakukan. Namun hal tersebut bukan menjadi hal yang utama. Yang diutamakan dalam wacana pembentukan Densus Tipikor ini adalah pencegahan. "Dan yang penting orientasinya adalah hasil. Kalau korupsi bisa menurun jauh seperti misalnya di Georgia, Ukraina, baru kita sukses," kata dia.
Tito menambahkan, kesuksesan dihitung bukan dari jumlah operasi tangkap tangan atau jumlah penangkapan yang dilakukan penegak hukum. Namun, kesuksesan adalah bagaimana aparat berupaya mencegah kasus korupsi terjadi. "Tapi justru dari kita harus ingat prinsip lama dalam penanganan kejahatan keep them out of jail," ujarnya.
Pernyataan Tito mengandung maksud agar warga jangan sampai terjebak kasus korupsi. Sehingga, peran aparat juga akan berfokus agar bagaimana Polri bisa mencegah terjadinya tipikor.
"Jangan di balik jadi put them into the jail. Jangan tangkap sebanyak-banyaknya, masuk ke dalam penjara. Ini justru bisa membuat terjadinya ketakutan dalam birokrasi," katanya.
Kendati demikian, pembentukan Densus Tipikor hingga kini masih berjalan di tempat. Presiden Joko Widodo memutuskan menunda rencana pembentukan Densus Tipikor Polri usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/10) siang. Pembentukan Densus Tipikor untuk sementara ditunda untuk kemudian dilakukan pendalaman lebih jauh lagi. Pembentukan ini pun akan dikoordinasikan dengan Menko Polhukam.