REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengakui pertumbuhan kredit tahun ini memang melemah. Pelemahan itu pun terjadi secara global dan dirasakan beberapa negara lain.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, pelemahan kredit dilihat dari dua hal, yaitu daya beli serta pengaruh online shopping. "Industri ritel seperti tertentu sudah sangat terganggu, yang terserap alat elektronik, fashion, industri, terkena dampaknya ke pertokoan sebab terlihat volume belanja sangat kurang," tuturnya kepada wartawan, di Jakarta, Kamis, (26/10).
Ia menambahkan, orang banyak datang ke mal atau pusat perbelanjaan pun bukan untuk belanja melainkan membeli makanan. "Hal itu sangat berpengaruh ke kredit. Di balik itu back up produsen secara UMKM juga melemah banyak jualan secara online," jelas Jahja.
BCA mencatat outstanding portofolio kredit mencapai Rp 440 triliun pada akhir September 2017. Jumlah itu naik 13,9 persen year on year (yoy).
Jahja menuturkan, pertumbuhan itu didorong oleh segmen korporasi dan konsumer. Kredit korporasi berkontribusi sebesar Rp 161,5 triliun terhadap total, tumbuh 21,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Kredit konsumer tercatat sebesar Rp 128,3 triliun, meningkat 20,6 persen yoy.
Pada portofolio kredit konsumer, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tumbuh sebesar 26,8 persen yoy menjadi Rp 78,8 triliun, berkat penawaran produk dengan struktur tertentu dan tingkat suku bunga yang kompetitif. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan kartu kredit masing-masing meningkat 11,4 persen yoy menjadi Rp 38,5 triliun dan 13,4 persen yoy menjadi Rp 11 triliun. Kredit komersial dan UKM tercatat sebesar Rp 150 triliun, meningkat 2,4 persen yoy.
Rasio kredit bermasalah (NPL) BCA berada pada level 1,5 persen pada akhir September 2017. Total cadangan kredit tercatat sebesar Rp 12,8 triliun atau meningkat 13,6 persen dibandingkan posisi sama tahun sebelumnya.