Jumat 27 Oct 2017 14:39 WIB

Direktur BCA Nilai Dana Desa Dapat Tingkatkan Daya Beli

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Gita Amanda
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), bersama Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kiri), dan Presiden Komisaris BCA D.E. Setijoso memberikan keterangan pers tentang hasil kinerja sembilan bulan pertama PT Bank Central Asia Tbk, Jakarta, Kamis (26/10).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), bersama Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kiri), dan Presiden Komisaris BCA D.E. Setijoso memberikan keterangan pers tentang hasil kinerja sembilan bulan pertama PT Bank Central Asia Tbk, Jakarta, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya beli masyarakat kini masih melemah. Hal itu menyebabkan beberapa industri menurun sehingga pertumbuhan kredit pun ikut lesu.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja menilai, sebenarnya bila dana desa sudah mengalir dan dimanfaatkan secara baik maka daya beli masyarakat bisa naik (buying power). "Itu policy baik sekali dari Presiden Jokowi (Joko Widodo) tapi mungkin perlu waktu," ujarnya kepada wartawan, Kamis sore, (26/10).

Lebih lanjut ia mengatakan, belum ada "obat mujarab" untuk tingkatkan daya beli. "Harusnya tambah lapangan kerja tapi tidak semudah itu karena tambah lapangan kerja berarti butuh penambahan industri. Jadi kita harus tunggu," tutur Jahja.

Menurutnya, pelemahan kredit dipengaruh pula oleh kehadiran online shopping. "Industri ritel seperti tertentu sudah sangat terganggu, yang terserap alat elektronik, fesyen, industri, terkena dampaknya ke pertokoan sebab terlihat volume belanja sangat kurang," kata Jahja.

Ia menambahkan, orang banyak datang ke mal atau pusat perbelanjaan pun bukan untuk belanja melainkan membeli makanan. "Hal itu sangat berpengaruh ke kredit. Di balik itu back up produsen secara UMKM juga melemah banyak jualan secara online," jelas Jahja.

BCA mencatat outstanding portofolio kredit mencapai Rp 440 triliun pada akhir September 2017. Jumlah itu naik 13,9 persen year on year (yoy).

Jahja menuturkan, pertumbuhan itu didorong oleh segmen korporasi dan konsumer. Kredit korporasi berkontribusi sebesar Rp 161,5 triliun terhadap total, tumbuh 21,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Kredit konsumer tercatat sebesar Rp 128,3 triliun, meningkat 20,6 persen yoy.

Pada portofolio kredit konsumer, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tumbuh sebesar 26,8 persen yoy menjadi Rp 78,8 triliun, berkat penawaran produk dengan struktur tertentu dan tingkat suku bunga yang kompetitif. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan kartu kredit masing-masing meningkat 11,4 persen yoy menjadi Rp 38,5 triliun dan 13,4 persen yoy menjadi Rp 11 triliun. Kredit komersial dan UKM tercatat sebesar Rp 150 triliun, meningkat 2,4 persen yoy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement