REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Koordinasi pemerintah dan penegak hukum merupakan salah satu cara menangani anak yang berhadapan hukum secara lebih manusiawi sesuai harkat dan martabat. Karenanya, Pemkab, Polres, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan melakukan rapat koordinasi sistem peradilan pidana anak terpadu.
Koordinasi digelar di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Sleman, Jumat (27/10). Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Puji Astuti menilai, koordinasi penting agar Sistem Peradilan Pidana Anak Terpadu (SPPA) bisa terpenuhi.
"Hukum bukan sesuatu yang menakutkan tapi sesuatu yang harus ditaati, melalui forum ini diharapkan penanganan anak pada kasus hukum tidak harus dilakukan secara formal, namun bisa dilakukan dengan pendekatan tanpa meninggalkan hak-hak mereka," kata Puji.
Ia menilai, saat ini SPPA Terpadu di Kabupaten Sleman sudah masuk dalam tahap MoU antara Pemkab dan Aparat Penegak Hukum Sleman. Hal ini sebagai bukti keseriusan memberikan perhatian kepada anak apapun posisinya, baik sebagai korban maupun pelaku.
Terlebih, lanjut Puji, 20 persen penduduk Sleman merupakan anak-anak. Karena itu dia mengatakan wajar jika harus memberikan perhatian lebih kepada mereka. Selain itu, Sleman menjadi pilot project bersama empat kabuapaten/kota lain untuk penerapan SPPA Terpadu.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman, Aiptu Eko Mei Purwanto menyampaikan, anak yang berhadapan hukum sering mendapatkan perlakukan tidak manusiawi. Maka itu, perlu upaya alternatif penyelesaian masalah anak melalui peningkatan komunikasi, keterbukaan dan komitmen.
Eko menilai, komitmen untuk menerapkan prinsip konvensi hak anak yang ada di UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjadi sangat penting. Sebab, sistem peradilan formal yang dialami anak akan membawa trauma dan pengaruh terhadap masa depan anak, terlebih bila sang anak terpaksa harus ditahan.
"Pemerintah sudah berupaya memberikan hak anak sebagai kebijakan yang terbaik untuk anak melalui proses diskresi kepolisian, diversi dan restorative justice," ujar Eko.
Sementara itu jaksa dari Kejari Sleman, Daniel Kristanto menjelaskan, UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menekankan perlu perubahan paradigma dalam penanganan anak berhadapan hukum. Perubahan itu di antaranya didasarkan peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak terkait.
Sebab, mereka bertanggungjawab meningkatkan kesejahteraan anak, dan memberi perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan hukum. Menurut Daniel, prinsip UU SPPA ini nondiskriminasi. Kepentingan terbaik bagi anak, jaminan tumbuh kembang dan partisipasi anak dan penahanan jadi upaya terakhir.
"Tujuan dalam UU SPPA yaitu memberikan perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi anak berhadapan hukum, dengan mengutamakan pendekatan, keadilan restoratif, agar penanganannya lebih terintegrasi dan terkoordinasi," kata Daniel.