REPUBLIKA.CO.ID,YANGON -- Pemerintah Myanmar mulai memanen padi dari lahan pertanian yang ditinggalkan oleh warga etnis Rohingya di Rakhine pada Sabtu (28/10). Hal ini kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran tentang prospek pengembalian lebih dari setengah juta pengungsi yang telah melarikan diri dari kekerasan komunal di wilayah tersebut.
Pemerintah mulai memanen 71 ribu hektar sawah di Maungdaw. Wilayah ini merupakan tempat tinggal mayoritas Rohingya yang terkena dampak paling parah oleh kekerasan. "Kami mulai panen hari ini di desa Myo Thu Gyi," kata Thein Wai, kepala Departemen Pertanian Maungdaw.
"Kami akan memanen beberapa sawah milik warga Bengali yang melarikan diri ke Bangladesh," katanya. Ia menggunakan istilah Bengali untuk menggambarkan Rohingya, yang biasa digunakan oleh pejabat dan masyarakat Buddha.
Wai mengatakan dia tidak tahu apa yang akan dilakukan pemerintah dengan beras atau hasil panen lainnya. Global New Light of Myanmar melaporkan, para pekerja dibawa langsung dari daerah lain untuk membantu panen.
Kelompok hak asasi manusia mengecam panen yang dilakukan pemerintah. Hal ini dianggap sebagai bagian dari upaya sistematis untuk mengusir Rohingya dari Rakhine. "Pejabat pemerintah yang memimpin panen jelas lebih peduli dengan ladang padi yang ditinggalkan ini daripada orang-orang Rohingya yang menaburnya," kata Phil Robertson dari Human Rights Watch.
Di bawah tekanan global, Myanmar telah sepakat untuk memulangkan pengungsi. Namun mereka harus dapat membuktikan tempat tinggal mereka di Rakhine.
Rencana ini terlihat masih samar. Mereka belum mengetahui siapa saja yang boleh kembali dan bagaimana mereka akan tinggal di wilayah yang dipenuhi dengan kebencian terhadap Rohingya.