REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam momen peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober, kaum santri diharapkan bisa mendorong pemahaman multikulturalisme di Indonesia. Karena, menurut dia, santri juga merupakan pemuda yang harus bisa menjaga NKRI.
"Saya kira santri harus bisa mendorong percepatan pemahaman multikulturalisme di Indonesia. Artinya kemudian santri itu bisa menjadi agen Indonesia ini punya perbedaan-perbedaan," ujar Ketua Asosiasi Pesantren se-Indonesia Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin kepada Republika.co.id, Ahad (29/10).
Menurut kiai yang akrab disapa Gus Rozin ini, santri harus menyebarkan pemahaman yang harus dicari-cari saat ini bukanlah perbedaan, melainkan persamaan. Dengan demikian, kata dia, apa yang diajarkan di pesantren bisa bermanfaat kepada kehidupan berbangsa dan bernegara dan juga bisa memperkuat NKRI.
"Kenapa demikian? karena populasi santri yang sedemikian besar itu, mereka semenjak di pendidikan dasar sudah diajarkan ahlussunah wal jamaah," ucapnya.
Sumpah Pemuda merupakan satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Yang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda" itu sendiri adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia(Jakarta). Menurut Gus Rozin, santri juga mempunyai peran dalam keputusan kongres tersebut, namun ia tak menghafalnya.
"Peran santri tahun 1928 ya itu bisa kita lihat siapa saja yang ikut di sumpah pemuda. Saya tidak hafal," katanya.