REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Siapa bilang Indonesia tidak toleran?. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) justru menegaskan bahwa Indonesia menjadi tempat pembelajaran rasa toleransi bagi negara lain di dunia. JK mengatakan salah satu bentuk toleransi yang telah dilakukan pemerintah yakni ditetapkannya hari raya nasional bagi seluruh agama yang diakui pemerintah.
"Contohnya hari raya, ada 15 hari raya resmi, cuma 3 atau 4 yang bersifat nasional, 1 Januari, 17 Agustus, 1 Mei dan 1 Juni hari Pancasila. Yang lainnya hari raya agama Islam ada 5, Kristen 3, Buddha Hindu Konghucu masing-masing 1," kata JK dalam acara ASEAN Youth Interfaith Camp 2017 di Universitas Pesantren Tinggu Daarul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Ahad (29/10).
Meski pemeluk Budha merupakan minoritas di Indonesia, yakni hanya sekitar satu persen jumlah pemeluknya, namun pemerintah tetap menetapkan hari raya libur nasional bagi umat Budha sebagai bentuk toleransi.
"Tidak terjadi di negara lain, apapun di dunia ini, di China, di Thailand yang mayoritas Buddha dan Hindu ada gak Idul FItri? Gak ada. Di Filipina ada Idul Fitri baru saja tiga-empat tahun yang lalu," ucapnya.
Bahkan, seluruh pemeluk agama yang diakui oleh pemerintah itu juga terdapat di dalam Kabinet Kerja pemerintahan. Untuk tercipta rasa toleransi, masyarakat pun perlu mengenal satu sama lain serta saling menghormati. Sehingga masyarakat dapat menghargai perbedaan yang ada.
"Oleh karena itulah kenapa di antara negara-negara Islam di dunia ini yang menjalankan kedamaian tidak banyak, di Timur Tengah hampir semuanya negara-negara sudah berada dalam kancah konflik, tapi di Indonesia, Malaysia, Brunei Alhamdulillah..," ucapnya.
Terorisme dan radikalisme, tambahnya, justru berasal dari negara yang berkonflik. Kendati demikian, menurut JK, konflik yang terjadi bukan disebabkan oleh konflik agama. Namun karena masalah ketidakadilan dan kesejahteraan yang tak merata.
JK kemudian menceritakan pengalaman konflik yang terjadi di Indonesia. Selama 70 tahun merdeka, kata dia, terdapat 15 konflik besar di mana sepuluh di antaranya disebabkan oleh ketidakadilan.
Agama pun hanya menjadi pendorong konflik sehingga menyebabkan masyarakat tak netral dalam menyelesaikan masalah. Hal ini terjadi saat konflik di Poso dan Ambon. Begitu juga dengan konflik di Aceh.
"Ketidakadilan yang terjadi atau demokrasi yang menyebabkan adanya konflik itu kemudian agama menjadi pendorongnya karena apabila ada konflik, agama masuk dalam konflik maka tidak ada yang netral," cerita JK.
Wapres pun berharap, ASEAN Youth Interfaith Camp 2017 ini dapat mendorong terciptanya toleransi di masing-masing negara.