Ahad 29 Oct 2017 15:46 WIB

Keluhkan Rantai Distribusi, Petani Lembang tak Dapat Untung

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Budi Raharjo
Seorang petani sayuran memilah tomat usai panen, di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (ilustrasi) (Mahmud Muhyidin)
Foto: Mahmud Muhyidin
Seorang petani sayuran memilah tomat usai panen, di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (ilustrasi) (Mahmud Muhyidin)

REPUBLIKA.CO.ID,LEMBANG -- Sebagian petani di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat mengeluhkan rantai distribusi produk pertanian yang panjang dan bertingkat hingga akhirnya bisa diterima oleh konsumen. Dampaknya, harga di tingkat petani menjadi lebih rendah dan sulit bersaing.

Ayi Cuplis (36), salah seorang petani mengatakan para petani sebenarnya bisa langsung menjual produk pertanian ke pengecer di pasar tradisional. Namun, katanya hal itu tidak menjamin harga di tingkat petani akan semakin bagus. Sebab dirinya mengaku selalu saja ada pihak yang bermain harga.

"Selama ini produk pertanian dari petani masuk ke pengepul atau bandar terus ke pasar Induk lalu turun ke pengecer di pasar tradisional," ujarnya, Selasa (3/9). Hal itu katanya membuat harga di petani menjadi lebih rendah.

Menurutnya, harga cabai rawit yang dijual di pasar tradisional dipatok dengan harga Rp 15.000 per kilogram (kg). Sementara di tingkat petani sendiri hanya dijual Rp 6.000 per kg. Sehingga jika rantai distribusi bisa dipangkas maka harga di petani bisa lebih tinggi.

Ia menuturkan, dengan harga Rp 6.000 per kg petani semakin berat mendapatkan keuntungan sebab harus mengeluarkan biaya operasional melebihi harga jual seperti untuk biaya perawatan, pupuk dan obat tanaman.

Dirinya mengatakan selain memutus mata rantai distribusi maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mengawasi agar subsidi pupuk tepat sasaran. Selama ini, pupuk hanya dimonopoli kelompok tani tertentu sehingga terkadang sebagian petani kecil tidak mendapatkan pupuk.

"Saat ini yang dihadapi petani juga adalah lahan garapan yang dikelola petani bukan milik petani tapi orang lain. Saya saja meminjam lahan 1 hektar milik sekolah internasional di desa Cibodas. Pembagiannya 70:30," katanya.

Ayi mengatakan wilayah lain pun sama demikian seperti di Desa Cikidang dan Wangunharja. Tambahnya katanya dirinya bisa memperoleh keuntungan besar jika produk pertanian sedang langka di pasaran. Namun katanya hal tersebut jarang terjadi.

Terpisah, Wakil Bupati Bandung Barat Yayat T Soemitra mengatakan perhatian kepada petani oleh pemerintah harus menjadi prioritas utama. Apalagi Kabupaten Bandung Barat merupakan daerah dengan penghasil pertanian yang paling tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement