Ahad 29 Oct 2017 16:41 WIB

Begini Cara Mengidentifikasi Korban Kebakaran Kosambi

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Joko Sadewo
Polisi memindahkan kantong-kantong jenazah ke atas ambulans di lokasi kebakaran Gudang Kosambi, Tangerang
Foto: Muhammad Iqbal/Antara/Reuters
Polisi memindahkan kantong-kantong jenazah ke atas ambulans di lokasi kebakaran Gudang Kosambi, Tangerang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 47 jenazah korban kebakaran gudang Kosambi, yang dibawa ke RS Polri, sudah dilakukan proses autopsi. Namun yang sudah teridentifikasi baru 9 jenazah, yang berarti masih ada 38 jenazah yang belum teridentifikasi.

Koordinator Post Mortem Disaster Victim Identification (DVI) RS Polri, Kombes Pol Edy Purnomo, mengakui sulitnya tim forensik menentukan identitas beberapa korban. Proses identifikasi yang lama ini, karena ada beberapa korban yang sudah tidak lagi dalam keadaan utuh.

Edy mengatakan, untuk menentukan identitas korban melalui pencocokan dua jenis data yaitu data post mortem dan data ante mortem. Pertama data post mortem. Data post mortem merupakan data yang diperoleh setelah tim forensik melakukan proses autopsi.

Ketika jenazah tiba di ruang jenazah RS Polri, jenazah awalnya akan ditimbang. Lebar timbangan tersebut sekitar 2x1 meter, berwarna merah. Setelah dicatat berapa berat korban, jenazah akan diautopsi di ruangan autopsi. Disana jenazah akan dilakukan pengecekan dan pembedahan untuk mendapatkan data identitas diri korban.

Dalam ruangan tersebut terdapat 18 meja autopsi yang dilengkapi dengan berbagai alat bedah, seperti pisau bedah dan alat lain yang digunakan untuk pembedahan. Jika melalui proses autopsi, masih ditemukan kendala, maka akan dilakukan CT scan untuk proses identifikasi yang lebih mendalam.

Dalam proses autopsi nanti akan didapatkan data usia, jenis kelamin dan hasil pemeriksaan DNA korban. Namun tidak selalu DNA bisa dijadikan alat yang mampu untuk mengenali identitas korban.

"Kalau jenazahnya hangus terbakar 100 persen dan sampai dalam seluruhnya sudah menjadi arang, DNA tidak bisa lagi ditemukan. Dari jaringan manapun tidak bisa ditemukan. Tapi nanti masih ada usaha lebih lanjut kita ekstraksi dengan model yang lebih tinggi dan mudah-mudahan masih bisa dan biasanya sulit," katanya kepada wartawan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta (29/10).

Dalam proses post mortem tersebut juga dilakukan pengecekan sidik jari dan tanda pengenal lainnya yang ada pada tubuh korban. Seperti pencocokan tanda yang ada pada tubuh korban, yang nantinya didapat dari keterangan keluarga korban.

Setelah dilakukan proses autopsi dan ct scan, jenazah langsung dimasukkan ke dalam freezer, yang berada di depan ruangan autopsi. Tujuannya agar jenazah tidak membusuk sampai kepada keluarga korban. Suhu freezer pun harus diatur pada minus 20 derajat celcius.

"Cuma pinguin yang bisa masuk," kata Edy.

Kapasitas kamar jenazah RS Polri mencapai 150 sampai 200 jenazah. Namun wartawan hanya diperbolehkan melihat dari luar ruangan.

Ketika pintu freezer dibuka, di pintu sudah terpasang untaian plastik bening yang memanjang kebawah. Bau menyengat keluar dari ruangan tersebut, seakan baunya menempel di tubuh. Sekilas pantauan Republika melihat ada kantong jenazah berwarna oranye melintang di lantai ruangan tersebut.

Kepala Bidang Pelayanan Kedokteran Kepolisian Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Kombes Sumirat Dwiyantomengatakan, untuk mendapatkan data post mortem yang lebih lengkap, pengambilan sampel DNA korban juga dilakukan yang nantinya akan dicocokkan dengan sampel DNA korban.

"Disini yang dibutuhkan yang namanya DNA adalah keluarga dekat. Orang tua yang menjadi korban ya anaknya. Kalau anaknya yg jadi korban ya anaknya. Sehingga DNAnya bisa diketahui secara detail," kata Sumirat di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta, Ahad (29/10).

Sedangkan untuk mendapatkan data ante mortem, pihak RS Polri mendapatkan keterangan dari keluarga korban. Keluarga yang datang mencari korban ke RS Polri, awalnya melakukan registrasi. Data tersebut nantinya diisi pada formulir yang disebut yellow form.

"Disini ada namanya yellow form, disini lengkap sekali datanya yang harus diisi. Disini semua data korban saat masih hidup diisi," tambahnya.

Ia menambahkan, "Proses registrasi ini semua didata dianya siapa, keluarganya siapa, umurnya siapa dan jenis kelaminnya siapa. Kakak adek saudara kandung nya seperti apa," tambahnya.

Nantinya keluarga juga diminta untuk membawa KTP atau KK untuk mengisi data lengkap korban. Bagi keluarga yang mengalami trauma, pihak RS menyiapkan psikolog untuk melakukan konseling trauma healing bagi keluarga korban.

"Psikologi ini nantinya yang akan melakukan penanganan-penanganan sehingga keluarga korban ini tenang," kata dia.

Selain mengisi data, tim identifikasi melakukan wawancara kepada keluarga korban untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.

"Kita tanyakan mungkin ada tato, mungkin ada tahi lalat, ada condet atau bekas luka dan lain sebagainya," tambahnya.

Setelah didapat data dari post mortem dan ante mortem, maka akan dilakukan proses rekonsiliasi. Dalam proses ini dikumpulkan semua data yang telah didapatkan dan dicocokkan data antara post mortem dan ante mortem.

Selanjutnya dilakukan briefing untuk mengevaluasi korban yang sudah sesuai dengan data yang telah dicocokkan tadi.

"Terakhir dari proses rekonsiliasi ini adalah briefing di ruangan yang sama untuk evaluasi. Di briefing terakhir dari semua pross fase dari identifikasi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement