REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Gula Indonesia (APGI) mengeluhkan sepinya pasar gula. Ketua Umum APGI Pieko Njotosetiadi menuturkan, permintaan akan gula menurun karena banyak petani tebu yang menjual langsung gula mereka ke toko-toko.
Menurut Pieko, petani bisa menjual gula ke toko dengan harga murah, sekitar Rp 9.800 per kilogram. Sementara itu, APGI menjual gula ke pasar modern dengan harga Rp 11.800 per kilogram.
"Kami mendapat harga modalnya saja sudah Rp 11.000 dari Bulog. Kemudian kami jual ke pasar modern Rp 11.800 untuk kemasan satu kilogram," tutur Pieko, saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
APGI sendiri telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Bulog untuk membantu perusahaan plat merah tersebut mendistribusikan gula ke pasar. Dalam perjanjian itu, disepakati bahwa APGI akan membantu mendistribusikan 300 ribu ton gula milik Bulog yang sudah siap dijual.
Namun, hingga kini, Pieko menyebut pihaknya baru dapat merealisasikan penjualan gula sebanyak hampir 9.000 ton. "Sisanya kita masih kemas sambil menunggu anggota APGI yang mau membeli."
Lebih lanjut, ia mengatakan, pengusaha memang masih menunggu sampai gula petani di pasar habis. Sebab, sebelum gula petani habis, gula pengusaha yang didapat dari Bulog akan sulit terjual. "Mungkin tiga minggu lagi sudah habis," kata Pieko, memprediksi.
Sepinya pasar gula ini mau tak mau membuat pengusaha khawatir. Sebab, dalam perjanjian kerja sama dengan Bulog yang ditandatangani pada awal Oktober lalu, pengusaha berkomitmen untuk menyelesaikan pendistribusian gula sampai 31 Desember 2017.
Khawatir tak bisa memenuhi komitmen kerja sama tersebut, pengusaha lalu meminta perpanjangan masa waktu ke Kementerian Perdagangan. Merespons permintaan itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya memutuskan untuk memperpanjang waktu pendistribusian gula sampai 31 Maret 2018.