REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selepas wafatnya Nabi Muhammad, penulisan Alquran pun mulai dilakukan. Kekhalifahan Utsman bin Affan yang mulanya merintis pekerjaan ini.
Pada masa tersebut, usaha penulisan Alquran dengan mushaf yang baik dan benar sedang dicanangkan. Karena itu, untuk mempermudah pekerjaan tersebut, disusunlah suatu ilmu yang mengatur metode penulisan mushaf Alquran, yang disebut ilm ar-rasm al-Qurani atau ilm ar-rasm al-Utsmani.
Pekerjaan tersebut pun dilanjutkan pada masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA. Pada masa ini, dibentuk suatu ilmu yang membahas uraian kedudukan kata dalam Alquran. Ilmu tersebut diberi nama ilm i'rab Alquran.
Sedangkan pada masa Bani Umayyah, perhatian para sahabat mulai diarahkan untuk menyebarkan ulumul Quran dengan cara periwayatan dan pengajaran secara lisan. Usaha ini dipandang sebagai rintisan untuk melakukan penulisan ulumul Quran. Usaha yang sama dilakukan pula pada periode awal Dinasti Abbasiyah.
Penulisan ulumul Quran yang sesungguhnya mulai dilakukan pada abad kedua Hijriyah. Pada masa itu, cabang ilmu Alquran yang pertama mendapat perhatian para ulama adalah ilmu tafsir. Usaha ini ditandai dengan disusunnya berbagai kitab tafsir oleh para ulama pada masa tersebut.
Pada abad ketiga Hijriyah, beberapa ulama mulai menulis kitab ulumul Quran dengan objek pembahasan yang berbeda-beda. Al-Madini (234 Hijriyah), misalnya, menyusun buku tentang sebab turunnya Alquran.
Selain itu, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (224 Hijriyah) juga menyusun buku tentang nasikh dan mansukh dalam Alquran. Lalu, Muhammad bin Ayyub ad-Daris yang menyusun buku tentang Makkiyah (yang turun di Makkah) dan Madaniyyah (turun di Madinah).