REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Sultan Abu Bakar merupakan salah satu peninggalan sejarah yang menunjukkan kebesaran Kesultanan Johor pada masa lalu. Sejarah pendirian masjid ini bisa dirunut dari salah seorang Sultan Johor yang terkenal, Sultan Abu Bakar bin Temanggung Daeng Ibrahim (1862-1895).
Pada era kepemimpinan Abu Bakar, Johor mengalami perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Rakyatnya hidup cukup makmur.
Pemerintah mampu mendirikan berbagai bangunan megah dan besar, di antaranya, Masjid Sultan Abu Bakar ini yang pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 400 ribu ringgit Malaysia.
Bukti lain yang menunjukkan kegemilangan periode Sultan Abu Bakar bisa dilihat dari bangunan yang masih berdiri megah hingga saat ini dan dijadikan sebagai Museum Sultan Abu Bakar.
Pembangunan masjid ini berlangsung setelah ibu kota Kesultanan Johor dipindahkan dari Teluk Belangga di Singapura, menuju Tanjung Puteri, sebuah kampung nelayan yang kemudian dinamakan Johor Baru oleh Sultan Abu Bakar.
Pemindahan ini terjadi pada 1866 dan seiring dengan itu, dibangun pula berbagai bangunan untuk melengkapi kebutuhan sebagai pusat kerajaan yang baru.
Saat ini, Masjid Sultan Abu Bakar merupakan salah satu warisan sejarah yang dilindungi oleh Kerajaan Malaysia. Sebagai lokasi wisata, masjid ini buka setiap hari untuk dikunjungi para pelancong, dari pukul 09.00 hingga 16.00 tanpa dipungut biaya, kecuali Jumat sengaja ditutup.
Lokasi masjid ini sangat strategis di atas bukit di Pantai Lido menghadap ke selatan Tebrau yang memisahkan daratan Malaysia dengan Singapura. Dari halaman belakang masjid ini, Singapura terlihat jelas