REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kewajiban seorang suami terhadap istri adalah memberinya nafkah. Nafkah berasal dari kata an-nafaqaat bentuk jamak dari kata an-nafaqah yang bermakna harta.
Secara istilah, nafkah adalah memenuhi apa-apa yang ada di bawah tanggungannya dengan baik dan layak, baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang berhubungan dengannya. Lalu, bagaimana jika istri dalam iddah karena berpisah dengan suami. Apakah ia masih dapat nafkah?
Iddah atau idah ialah masa tunggu (belum boleh menikah) bagi perempuan yang berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati. Jika idahnya karena diceraikan suami dan termasuk talak raji (masih bisa rujuk), sang istri masih berhak mendapat nafkah. Selama idah tersebut, kedudukan istri masih istri yang sah. Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (suami) itu menghendaki islah." (QS al-Baqarah [2]: 228).
Ustazah Aini Aryani dari Rumah Fiqh Indonesia menambahkan, nafkah wanita yang ditalak satu dan dua masih sama, yakni tempat tinggal, pakaian, makan, dan kebutuhan hidup lainnya. Baik ia ditalak dalam keadaan hamil maupun tidak.
Maka itu, menurut Ustazah Aini, seorang istri dalam idah talak raji tidak boleh diusir keluar dari rumah. Seorang istri juga diharapkan tidak keluar dari rumah yang ia tempati bersama suami. Meskipun keduanya dalam keadaan saling membenci. Salah satu hikmahnya adalah agar keduanya memiliki kesempatan untuk saling introspeksi dan bisa rujuk kembali.
Soal larangan mengusir istri atau istri pergi dari rumah diterangkan Allah SWT dalam surah at-Talaq ayat 1. "Janganlah kamu keluarkan mereka (istri-istri yang dicerai) dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri."
Jika seorang istri sudah jatuh talak tiga atau talak ba'in (yang tidak bisa rujuk lagi), ia tak lagi mendapat nafkah. Lajnah Daimah Arab Saudi menjelaskan, seorang istri yang sudah ditalak ba'in tidak lagi mendapat nafkah berdasarkan hadis soal Fatimah binti Qais.
Dalam Musnad Imam Ahmad dan dalam Shahih Muslim disebutkan dari Fatimah binti Qais, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang perempuan yang ditalak tiga kali. Beliau bersabda, "Dia tidak mendapat hak tempat tinggal dan nafkah." Dalam riwayat lain, Fatimah binti Qais berkata, "Suami saya telah menceraikan saya dengan tiga talak maka Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam menetapkan bahwa tidak ada (hak) tempat tinggal atau nafkah untuk saya."
Ibnul Qayyim mengatakan, seorang wanita yang ditalak tiga tidak memiliki hak nafkah dan tempat tinggal sesuai dengan nas Alquran, hadis, dan qiyas para ulama. Kecuali, papar Ibnul Qayyim, wanita tersebut dicerai ba'in dalam keadaan hamil. Maka itu, idah perempuan tersebut sampai dengan melahirkan.
Fase selama mengandung dan sampai melahirkan, sang suami masih harus memberikan nafkah. Allah SWT berfirman, "Dan wanita-wanita yang hamil, waktu idah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS at-Talaq [64] :4). Lalu, firman Allah SWT, "Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka." (QS at-Talaq [64] :6).
Dalam hadis soal Fatimah binti Qais tadi juga disebutkan lewat jalur riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, dan Muslim, terdapat tambahan redaksi, "Kecuali jika kamu dalam keadaan hamil."
Dalil-dalil itu menunjukkan, perempuan yang dicerai dengan talak ba'in tidak mendapat nafkah dan tempat tinggal. Namun, jika perempuan tersebut hamil, dia berhak mendapatkan nafkah sesuai dengan dalil di atas. Karena anak di dalam kandungan itu adalah darah daging suami, dia wajib memberi nafkah kepada anaknya. Sedangkan, seorang suami tidak mungkin memberi nafkah kepada anaknya di dalam kandungan, jika tidak melalui ibunya, meskipun dia telah diceraikan.
Lajnah Daimah juga berpendapat, sang suami yang menceraikan istrinya yang hamil dengan talak ba'in tetap menanggung nafkah kehidupan istri dan biaya persalinannya. Adapun biaya kebutuhan anak setelah lahir secara mutlak dibebankan kepada ayah kandungnya walau telah berpisah dengan ibu kandungnya.
Wanita yang ditalak raji dalam idah juga dilarang keluar rumah. Mazhab Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Auza'i memberikan pengecualian bagi wanita yang ditalak ba'in. Mereka boleh keluar rumah pada siang hari. Alasannya, wanita yang ditalak ba'in tak berhak lagi dengan nafkah suaminya.
Disarikan dari Dialog JUmat Republika