REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Petani tembakau Indonesia mendesak Presiden agar segera menyusun kebijakan terkait pengaturan impor tembakau. Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Pamudji beralasan, selama ini pemerintah masih membuka lebar keran impor tembakau sehingga merugikan petani tembakau lokal.
"Pemerintah untuk segera membuat kebijakan tentang pengaturan importasi tembakau. Karena selama ini keran impor tembakau masih terbuka lebar," kata Agus usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10).
Tembakau, kata dia, merupakan tanaman spesifik lokal yang dapat ditanam di lahan-lahan kering di daerah sentra tembakau. Karena itu Agus berharap, para petani tembakau terlindungi dengan regulasi yang mendorong keberlanjutan keanekaragaman budidaya tembakau di Indonesia. "Semuanya bahwa melindungi keberadaan petani tembakau dengan regulasi yang bisa memayungi," ujar dia.
Para petani tembakau juga meminta agar Persiden segera merealisasikan keinginan para petani untuk melindungi tembakau lokal. Agus menilai, kontrol pemerintah terhadap impor tembakau saat ini masih kurang.
Penggunaan tembakau lokal dan tembakau impor pun diharapkannya seimbang. Diharapkan, tembakau impor dapat dibatasi hingga 20 persen. "Jadi keseimbangannya importasi tembakau ini kuotanya berdasarkan pembelian lokal. Kalau ngga beli lokal ya nggak usah impor," kata Agus.
Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Jawa Tengah Wisnu Broto menambahkan, berdasarkan data pada 2012 terjadi peningkatan jumlah impor tembakau yang cukup besar. "Data kami terakhir 2012, ada peningkatan jumlah impor yang cukup besar. 2003 hanya 28 ribu ton, 2010 menjadi 96 ribu ton, lalu terakhir 2012 menjadi 150 ribu ton," jelas Wisnu Broto.
Menanggapi permintaan para petani tembakau, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berjanji akan menjaga keseimbangan penggunaan tembakau lokal dan impor. "Presiden berusaha bagaimana caranya semua bisa diberikan aturan yang tidak menyakitkan. Semua bisa jalan, artinya ada keseimbangan," jelas Agus.