Senin 30 Oct 2017 18:20 WIB

Ada Pekerja Anak di Pabrik Petasan, Ini Penjelasan KPAI

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ani Nursalikah
Korban kebakaran gudang kosambi menjalani perawatan ditemani keluarganya di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Korban kebakaran gudang kosambi menjalani perawatan ditemani keluarganya di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai masalah komunikasi dalam pengasuhan anak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan eksploitasi anak sebagai pekerja. Ketidakjelasan perekrutan dari suatu perusahaan menjadi faktor lainnya.

"Saya langsung berdialog dengan anak-anak yang menjadi korban kebakaran pabrik petasan di Tangerang. Ada dua hingga tiga orang anak yang usianya 16 dan 18 tahun," ujar Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah kepada Republika.co.id, Senin (30/10).

Ketika itu, dia bertanya kepada mereka soal apa motivasi mereka bekerja di tempat yang memakan korban jiwa 49 orang itu. Pertama, mereka mengatakan karena terkait dengan masalah kemiskinan.

"Mereka putus sekolah, bahkan ada yang sedang sekolah SMA pun dia rela pergi karena orang tuanya tidak mampu mencukupi kehidupan sehari-hari," kata Ai.

Alasan lainnya, orang tua mereka menganggap anaknya pergi bekerja, tapi tak tahu sang anak bekerja di mana. Dari situ, ada permasalahan dalam komunikasi pengasuhannya.

"Faktor kemiskinan bukan satu-satunya. Ada problem dialog, komunikasi orang tua dan anak yang tidak selesai," jelas dia.

Masalah berikutnya, terkait ketidakjelasan sistem perekrutan perusahaan yang justru dianggap sebagai peluang bagi anak-anak. Anak-anak menjadi tertarik bekerja di perusahaan itu padahal mereka belum bisa memutuskan sesuatu secara seimbang.

"Ini problem panjang bagi pemerintah. Menakertrans sudah bagus idenya tentang Indonesia bebas pekerja anak. Tapi bagaimana dengan Disnakernya? Wali kotanya?" ujar Ai.

Ia heran karena pihak-pihak tersebut dapat mengizinkan perusahaan yang menurutnya membahayakan semua orang itu. Pabrik petasan itu terletak di tengah perkampungan.

"Ada lagi anak-anak yang katanya dibawa orang tuanya hanya untuk mengepak. Tapi kan jelas itu pabrik racikan bahan kimia," tambah dia.

Pemerintah, jelas Ai, tak bisa menyederhanakan persoalan itu dengan mengatakan pabrik tersebut bukan memproduksi petasan, melainkan kembang api. Ia pun mengingatkan, hal itu bukanlah merupakan persoalan utama.

"(Persoalan utamanya) itu kenapa pemerintah setempat, wali kota dan polisi dalam hal ini, memberikan izin yang sedemikian longgar. Berarti ini kan pengawasan bersama yang lemah dan luput," ujar dia.

Polisi Temukan Lagi Satu Jenazah Utuh di Pabrik Petasan

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement