REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Pamudji menilai rencana pemerintah untuk menyiapkan para petani tembakau agar dapat beralih ke produksi tanaman lainnya sulit dilakukan. "Susah. Saya itu kakek, nenek, saya lahir di kerumunan tembakau. Kemudian, saya menjawab pertanian juga gagal. Karena perhitungan nilai ekonomi, perhitungan biaya, perhitungan musim," jelas Agus usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10).
Ia mengatakan, alih tanam yang dilakukan di musim tanam tembakau sering kali gagal dilakukan. Petani, kata dia, telah mencoba untuk beralih ke tanaman jagung maupun tanaman holtikultura lainnya di musim tanam tembakau, namun justru tak menghasilkan produksi. "Kita sudah tanam, misalnya tanam jagung, pada bulan-bulan tanam tembakau. Itu tidak keluar," ujar dia.
Musim tanam tembakau biasanya berlangsung mulai Maret hingga Oktober. Menurut Agus, para petani pun baru dapat menanam tanaman holtikultura lainnya di luar musim tanam tembakau.
Karena itu, program pemerintah untuk beralih tanam dari tembakau dinilainya sulit dilakukan. Para petani, kata dia, hanya dapat melakukan tumpang gulir lahan di luar musim tembakau. Dengan sistem tanam tumpang gulir ini, sambungnya, juga akan mendorong peningkatan ekonomi para petani.
"Musim tembakau itu dimulai dari Maret sampai Oktober, mulai dari tanam sampai panen. Sisanya itu untuk tanaman hortikultura yang lain," jelas Agus.
Sebelumnya Presiden Jokowi menginstruksikan Menko Perekonomian agar menyiapkan para petani tembakau untuk beralih ke produksi tanaman lainnya. Dengan cara ini, diharapkan para petani tembakau tak terkena dampak yang lebih besar akibat kenaikan tarif cukai rokok.