REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mengecam Inggris karena telah menuduhnya berada di balik serangan ransomware global virus WannaCry. Korut menyebut tuduhan tersebut sebagai upaya yang sangat jahat untuk memperketat sanksi internasional terhadap Pyongyang.
Dilansir dari Channel News Asia, sepertiga rumah sakit umum di Inggris terkena virus WannaCry pada Mei lalu. Sebanyak 300 ribu komputer di 150 negara juga terkena dampak dari serangan siber yang memeras pengguna dengan Bitcoin ini.
Beberapa pakar menyalahkan Pyongyang atas serangan tersebut. Mereka mengatakan, kode yang digunakan mirip dengan peretasan yang pernah dilakukan oleh rezim Kim Jong-un.
Menteri Dalam Negeri Inggris Ben Wallace mengatakan kepada BBC, London sangat yakin Korut bertanggung jawab atas insiden ini. Pernyataannya dibantah oleh Asosiasi Korea-Eropa di Korut, yang justru balik menuduh Inggris melakukan spekulasi tanpa dasar.
"Ini adalah tindakan yang melampaui batas toleransi kami dan ini membuat kami mempertanyakan tujuan sebenarnya di balik tuduhan Inggris," katanya, dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh kantor berita Korut, KCNA, Senin (30/10) malam.
"Langkah pemerintah Inggris untuk berkoordinasi dengan Washington terkait serangan siber ini adalah upaya jahat untuk menarik masyarakat internasional agar tidak mempercayai DPRK," tambah pernyataan itu.
Menurut pemerintah Korea Selatan (Korsel), Korut memiliki 6.800 unit spesialis cyberwarfare yang terlatih. Korut dituduh meluncurkan serangan siber profil tinggi, termasuk peretasan Sony Pictures pada 2014.
Para ahli memperkirakan, Korut tampaknya telah meningkatkan serangan siber dalam beberapa tahun terakhir. Negara ini berupaya mendapatkan mata uang asing dalam menghadapi sanksi ketat yang dikeluarkan oleh PBB terkait program nuklir dan rudalnya.