Selasa 31 Oct 2017 14:28 WIB

Ratusan Pencari Suaka Menolak Dipindahkan dari Pulau Manus

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Pulau Manus
Foto: ABC News
Pulau Manus

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ratusan pengungsi dan pencari suaka membarikade diri di dalam pusat penahanan di Pulau Manus, Papua Nugini (PNG) pada Selasa (31/10). Mereka menentang upaya pihak berwenang Australia dan PNG untuk menutup fasilitas tersebut.

Para aktivis hak asasi manusia (HAM) telah memperingatkan adanya krisis kemanusiaan yang dihadapi para pengungsi di pulau tersebut sampai batas waktu penutupan tiba. Pihak berwenang sebelumnya telah menentukan batas waktu hingga 31 Oktober untuk menutup kamp yang didanai Australia tersebut.

Sekitar 600 orang pencari suaka menolak dipindahkan ke dua pusat penahanan lainnya di PNG, dengan alasan khawatir terhadap pembalasan kekerasan dari masyarakat setempat. Pengacara mereka berencana untuk mengajukan tuntutan di menit-menit terakhir, guna mencegah penutupan kamp itu.

Pulau Manus telah menjadi sorotan kebijakan imigrasi "Sovereign Borders" yang kontroversial di Australia. Negara tersebut menolak mengizinkan pencari suaka yang tiba dengan kapal untuk mencapai tepiannya.

Australia kemudian menahan mereka di pusat-pusat penahanan di PNG dan Nauru di Pasifik Selatan. PBB dan sejumlah kelompok HAM telah menyuarakan pelanggaran HAM di pusat-pusat tersebut selama bertahun-tahun.

Nick McKim, seorang senator Partai Hijau Australia yang berada di Pulau Manus, mengatakan pihak berwenang telah memutus aliran listrik untuk mendorong para pencari suaka itu pergi. Pasokan listrik, makanan, dan air akan seluruhnya dihentikan pada Selasa (31/10) dan PNG telah mengirim layanan paramiliter untuk mengawasi penutupan tersebut.

"Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia. Mereka tetap menjadi tanggung jawab Australia dan PBB telah berulang kali menegaskan hal itu," kata McKim kepada radio Australian Broadcasting Corp.

Tahun lalu, Pengadilan Tinggi PNG memutuskan, Pulau Manus yang dibuka pada 2001, adalah pusat penahanan ilegal. Pulau ini sempat ditutup pada 2008 hingga 2011 dan dibuka kembali pada 2012 setelah naiknya jumlah pendatang. Pada 2013, jumlah pencari suaka ke pulau ini mencapai 20.500 orang dalam 300 kapal. Dua tahun kemudian, Pemerintah Australia mengumumkan kedatangan kapal-kapal ini telah dihentikan.

Menteri Imigrasi PNG Petrus Thomas memperingatkan, Australia tidak akan diizinkan untuk meninggalkan tanggung jawab hukum, keuangan, dan moral bagi para pencari suaka tersebut. Australia mengaku akan menghabiskan dana hingga 195 juta dolar AS untuk menampung orang-orang tersebut dalam 12 bulan ke depan. Hanya kurang dari 200 orang yang sudah dipindahkan.

AS telah sepakat untuk membawa sekitar 1.250 pengungsi dari dua pusat penahanan Australia di Pasifik. Namun sejauh ini hanya 25 pengungsi dari Pulau Manus yang pergi ke negara itu.

Baca juga, Pencari Suaka Bunuh Diri di Manus Island.

Australia mengatakan, para pengungsi yang tidak dimukimkan kembali di AS, akan diizinkan untuk tinggal di PNG atau Nauru. Akan tetapi hampir semua pengungsi menolak untuk menetap secara permanen di kedua lokasi tersebut. Thomas mengatakan, PNG tidak akan memaksa siapapun untuk tinggal. Sebagian besar pengungsi di Pulau Manus berasal dari negara-negara yang dilanda perang seperti Suriah, Afghanistan, Pakistan, Iran, Sri Lanka, dan Myanmar.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement