REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Boris Johnson membela pendahulunya yang membuka jalan bagi pembentukan negara Israel melalui Deklarasi Balfour. Ia menambahkan, dokumen tersebut sangat diperlukan untuk menciptakan sebuah negara besar.
"Saya bangga dengan peran Inggris dalam menciptakan Israel," kata Johnson, dalam artikel yang dipublikasikan surat kabar Telegraph, Ahad (29/10).
Dalam artikel tersebut, Johnson mengaku saat ini sedang menulis pemikirannya di ruangan sama yang digunakan oleh Balfour satu abad yang lalu. Dia memuji deklarasi yang dikeluarkan pada 1917 tersebut karena menurutnya deklarasi itu memiliki tujuan moral untuk memberi orang-orang teraniaya dengan tanah air yang aman.
Namun dia memperingatkan, salah satu pernyataan utama Deklarasi Balfour mengenai perlindungan terhadap hak-hak masyarakat non-Yahudi, belum sepenuhnya terwujud. Ia mengatakan, dua negara berdaulat untuk Israel dan Palestina tetap merupakan solusi terbaik untuk perdamaian.
Menurutnya, London hingga saat ini tetap berkomitmen pada solusi dua negara. "Saya tidak ragu bahwa satu-satunya solusi yang tepat untuk konflik tersebut adalah yang pertama kali diajukan oleh orang Inggris lainnya, Lord Peel, dalam laporan Komisi Kerajaan di Palestina pada 1937, dan itulah visi dua negara untuk dua rakyat," tulisnya.
Perbatasan antara Israel dan Palestina, kata dia, seharusnya seperti sebelum perang Enam Hari pada 1967. "Satu abad ke depan, Inggris akan memberikan dukungan apa pun yang kami bisa untuk menyelesaikan masalah Deklarasi Balfour yang belum selesai," ujar Johnson.
Pada Kamis (2/11) ini, deklarasi 67 kata yang dikeluarkan Menlu Inggris Arthur Balfour itu telah memasuki satu abad. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan berkunjung ke London untuk memperingati perayaan deklarasi tersebut.
Deklarasi tersebut hingga kini tetap dinilai kontroversial, karena telah memicu serangkaian peristiwa yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan Israel. Selain itu, jutaan warga Palestina harus menderita akibat pertikaian selama bertahun-tahun dengan Israel yang berlanjut sampai hari ini.