REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria pesimistis Perppu No 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang baru disetujui menjadi undang-undang direvisi pada 2017. Fraksi Gerindra menilai ada beberapa pasal yang janggal dalam UU tersebut.
"Saat ini sudah November dan anggota DPR RI masih reses. Masa persidangan berikutnya, sangat singkat hanya sebulan sampai pekan ketiga Desember. Setelah itu reses lagi sampai Januari 2018," kata Ahmad Riza Patria pada diskusi "Perppu Ormas: Revisi Total atau Terbatas" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (31/10).
Menurut Riza Patria, pada rapat paripurna DPR RI yang memutuskan menyetujui Perppu Ormas menjadi undang-undang, Rabu (24/10), dari 10 fraksi sebanyak empat fraksi setuju, tiga fraksi dapat setuju tapi segera direvisi, serta tiga fraksi menolak. Dengan komposisi sikap fraksi tersebut, kata dia, sepatutnya Perppu Ormas yang baru disetujui menjadi undang-undang segera direvisi.
"Fraksi Partai Gerindra yang menolak Perppu Ormas, memandang ada beberapa pasal yang janggal dan mengusulkan untuk segera direvisi," ujarnya.
Menurut Riza Patria, beberapa pasal yang dinilai janggal antara lain, tafsir tunggal, peran yudikatif, tahapan sanksi, serta hukuman berlebihan. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Fandi Utomo menambahkan, Fraksi Partai Demokrat DPR RI mengusulkan beberapa poin untuk revisi pada Perppu Ormas yang baru disetujui menjadi undang-undang.
"Beberapa poin yang kami usulkan untuk revisi antara lain, soal cek dan balans, prinsip pemidanaan, serta paradigma pemerintah memandang Ormas," kata Fandi Utomo.
Fandi Utomo menjelaskan, Fraksi Partai Demokrat DPR RI melihat, aturan dalam Perppu Ormas yang baru disetujui menjadi undang-undang kurang demokratis dan berpotensi menjadi aturan yang represif, sehingga mengusulkan segera untuk direvisi.