REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih akan bersikap kooperatif terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto. KPK belum akan memanggil paksa Novanto karena mangkir dari pemanggilan sebagai saksi.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK belum bisa melakukan pemanggilan paksa karena masih panggilan pertama untuk tersangka Anang Sugiana Sudiharja di kasus KTP elektronik (KTP-el).
“Biasanya, pemanggilan paksa dilakukan setelah dilayangkan surat panggilan ketiga dan tak dihadiri tanpa alasan yang patut,” kata Febri, Selasa (31/10).
KPK menjadwalkan pemanggilan pertama Novanto sebagai saksi Anang Sugiana pada Senin (30/10) kemarin. Namun, Novanto tidak bisa hadir dengan alasan kesibukan sebagai ketua DPR RI dan sedang melakukan kunjungan ke konstituen di daerah pemilihan. KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang untuk Novanto.
Febri menegaskan, KPK masih akan bersikap kooperatif dalam pemanggilan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai saksi. Baik untuk tersangka KTP-el Direktur Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharja ataupun sebagai saksi untuk terdakwa Andi Agustinus atau Andi Narogong.
"Kami akan lakukan pemanggilan kembali seusai kebutuhan pada proses pemeriksaan di penyidikan untuk tersangka ASS," kata Febri.
Dorongan agar KPK melakukan pemanggilan paksa terhadap Novanto justru datang dari mantan Koordinator Bidang Polhukam Partai Golkar Yorrys Raweyai. Yorrys yang diperiksa KPK pada Selasa (31/10), berharap KPK dapat memanggil paksa Novanto.
“Dorong dong. Kita dorong pemberantasan korupsi. Enggak bisa kita biarkan. Harus kita dorong. Pasti. Apa saja sesuai peraturan dan UU,” ujar Yorrys usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/10).
Bahkan, dia sempat menanyakan kepada penyidik KPK ihwal ketidakhadiran Novanto selama dua kali di proses penyidikan sebagai tersangka KTP-el. Saya bilang kenapa SN sudah dua kali dipanggil enggak datang? Dia (penyidik) bilang, dia bukan penyidik di bidang itu,” kata Yorrys.
Dalam pemeriksaan di KPK, Yorrys diperiksa terkait kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan palsu pada persidang kasus KTP-el dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Yorrys mengakui, penyidik mencecar hubungan dirinya dengan Novanto yang juga ketua umum Partai Golkar serta pengacara Rudi Alfonso.
Kader Golkar yang dipecat Novanto itu mengaku tak tahu-menahu soal dugaan Rudi dan Markus merancang rencana meminta sejumlah pihak mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP), termasuk anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani.
Yorrys menjelaskan, Rudi merupakan ketua bidang hukum dan HAM DPP serta ketua Mahkamah Partai Golkar dan juga merupakan pengacara di Partai Golkar. "Sejak lama (Rudi) menangani masalah-masalah advokasi terhadap Golkar," kata Yorrys.
Yorrys pun menuturkan, selama ini hubungan antara Novanto dan Rudi sudah terjalin lama. "Sebagai teman yang cukup baik dengan Ketua Umum, sehingga hampir semua kasus-kasus Ketua Umum dan kader Golkar di daerah ditangani bidang hukum (Rudi)," ujarnya.
Sementara pengamat hukum Abdul Fickar Hajar menilai, sikap mangkirnya Novanto dari panggilan KPK tidak dapat dicontoh sebagai seorang pejabat negara. Menurut dia, sebagai wakil rakyat yang duduk di posisi ketua DPR RI, Novanto memberi contoh yang tidak baik sebagai pejabat negara. Novanto dinilai tidak taat pada proses hukum.
Menurut Fickar, sesuai dengan kewenangannya KPK berdasarkan Pasal 224 KUHP dapat menggunakan upaya paksa setelah dipanggil secara patut. "Seharusnya KPK menggunakan upaya paksa," ujar Fickar.
Sebelumnya, Novanto sudah beberapa kali dipanggil sebagai saksi, baik untuk mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, hingga pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Namun, setelah KPK menetapkan status Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el, Novanto belum pernah memenuhi panggilan penyidik KPK.
Tercatat, Novanto mangkir sebanyak dua kali pada panggilan sebagai saksi di sidang Andi Narogong. Selain itu, Novanto juga mangkir dalam pemeriksaan sebagai tersangka oleh KPK sebanyak dua kali. Status tersangka Novanto akhirnya gugur dalam pembacaan putusan sidang gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Hakim sidang praperadilan Jakarta Selatan Cepy Iskandar menyatakan penetapan tersangka terhadap Novanto oleh KPK tidak sah.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menegaskan, KPK akan terus melayangkan pemanggilan kepada Novanto. Bahkan, jaksa KPK juga menegaskan, pemanggilan Novanto sangat penting karena yang bersangkutan diduga mengetahui kasus dugaan korupsi KTP-el. Jaksa KPK bahkan menduga Novanto ikut terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun tersebut. (Editor: Agus Raharjo).