REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan sebanyak 62 saksi diperiksa untuk merampungkan berkas penyidikan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif, Nur Alam selama setahun terakhir. Penyidik KPK pun telah melimpahkan berkas Nu Alam ke Jaksa Penuntut Umum KPK untuk dilanjutlan ke tahap penuntutan.
"Sejak penetapan tersangka dan dimulainya pemeriksaan saksi pada 1 September 2016 hingga 26 Oktober 2017 total 62 orang saksi telah diperiksa," ujar Febri, Rabu (1/11).
Adapun unsur saksi yang diperiksa terdiri atas advokat, auditor kantor akuntan publik, notaris, PPAT notaris, PPAT, mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kepala Dinas dan PNS pada Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kemudian, Sekretaris Daerah dan PNS pada Kabupaten Konawe Kepulauan, Head of Legal and Compliance dan Karyawan pada PT AXA MANDIRI. Pemilik, Direktur dan Pegawai pada PT Billy Indonesia, Karyawan PT Vale Indonesia, dan swasta lainnya.
Pada Selasa (31/10) kemarin, dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka NA dalam TPK penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sultra dalam persetujuan dan penerbitan IUP di wilayah Provinsi Sultra tahun 2008-2014 ke penuntutan atau tahap dua. Febri menambahkan, pelimpahan tahap bersamaan dengan akan berakhirnya masa penahanan terakhir untuk Nur Alam.
Setelah pelimpahan berkas, sambung Febri, JPU KPK mempunyai waktu 14 hari untuk menyusun dakwaan yang akan dibacakan dalam persidangan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Namun, Febri mekanjutkan, sampai saat ini KPK belum dapat memastikan di mana Nur Alam akan menjalani persidangan.
KPK masih mengupayakan agar persidangan Gubernur Sultra non-aktif tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. "Rencana persidangan masih kami pertimbangkan apakah di Jakarta atau Sultra. Jika akan dilakukan di Jakarta, KPK akan proses lebih lanjut ke Mahkamah Agung (MA)," ujar Febri.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan. Gubernur dua periode itu mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.