REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Ratusan pencari suaka yang berada di detensi imigrasi Pulau Manus, Papua Nugini, bertekad untuk bertahan di sana meski pasokan listrik, air dan makanan sudah dihentikan. ABC diizinkan mendatangi detensi tersebut setelah petugas-petugas Australia meninggalkannya pagi ini.
Mengenakan baju bertuliskan "Saya bukan korban, Saya seorang pejuang", seorang pengungsi mengajak ABC menyusuri fasilitas tersebut, dimana 600 orang penghuni telah memasang sistem pengumpulan air hujan sementara dan menimbun bekal yang bisa mereka peroleh.
Dia menggambarkan bagaimana pekerja memotong pipa dan mengosongkan tangki air pada Selasa pagi (31/10). "Kami membersihkan sendiri kompartemen ini," kata pria tersebut.
Sambil menunjuk ke tong sampah yang sudah berisi air, dia mengatakan para penghuni yakin bisa bertahan setidaknya untuk satu bulan ke depan. "Apa yang kami kumpulkan adalah air ini - kami cukup menambah sedikit gula dan garam - dan bisa minum air ini. Kami mungkin bisa bertahan selama sebulan tanpa makanan," katanya.
"Kami tidak punya makanan," tambahnya.
'Australia meninggalkan kami'
Detensi imigrasi di Papua Nugini dijadwalkan resmi ditutup pada pukul 17.00 waktu setempat, Selasa (31/10). Pemerintah PNG telah meminta para penghuni yang tersisa untuk pindah ke akomodasi lain di Kota Lorengau. Namun sejumlah penghuni mengatakan kepada ABC mereka khawatir dengan keamanan di luar kompleks tersebut setelah penduduk setempat melakukan penjarahan pada Selasa pagi.
"Mereka tidak akan memberikan jaminan keamanan," kata seorang penghuni. "Karena itulah saya bertahan di sini."
Pengungsi bernama Behrouz Boochani sebelumnya mengajukan pernyataan tertulis ke Mahkamah Agung PNG, menyatakan tidak aman bagi para pengungsi untuk meninggalkan fasilitas tersebut. Tepat sebelum Pukul 8 malam, ia mengunggah informasi ke akun Twitternya bahwa pasokan listrik telah diputus.
"Listrik sudah diputus di Kompartemen Oscar. Pengungsi pindah ke Foxtrot sekarang. Sangat gelap dan menyeramkan," katanya.
Boochani sebelumnya mengatakan dia dan penghuni lainnya takut akan keselamatan mereka jika harus meninggalkan tempat itu. "Polisi telah ... mereka memukuli beberapa pengungsi. Dan masyarakat setempat menyerang pengungsi dan merampok mereka. Tempat ini tidak aman," katanya.
Seorang pria lainnya menyatakan kemarahannya pada Pemerintah Australia, mengatakan "Australia meninggalkan kami di sini".
"Semua pencari suaka adalah pengungsi di sini," katanya.
"Australia membawa kami ke sini, Australia membuat penyiksaan untuk kami di sini," katanya.
Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Peter Dutton mengatakan Pemerintah Koalisi memiliki kebijakan yang jelas dan konsisten sejak memerintah bahwa setiap orang yang coba memasuki Australia secara ilegal dengan perahu tidak akan pernah tinggal di Australia.
Dia mengatakan para penghuni detensi telah mendapat informasi tentang akomodasi alternatif yang aman dimana tersedia layanan kesehatan dan layanan lainnya.
"Keluhan yang terus-menerus (dari penghuni detensi) dan para pendukungnya mengenai situasi mereka di Manus semata-mata hanya dalih saja," kata Menteri Dutton.
"Mereka telah lama mengeluh bahwa Manus RPC adalah 'neraka' tapi begitu ditutup, mereka menuntut agar tetap dibuka," katanya.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.