REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memperketat pemeriksaan terhadap imigran, terlebih dari negara-negara Muslim. Ini dilakukan menyusul peristiwa penyerangan di New York, Selasa (31/10).
"Saya sudah memerintahkan Keamanan Dalam Negeri untuk meningkatkan program penyaringan yang ekstrim. Secara politis benar baik-baik saja, tapi tidak untuk ini," kata Trump melalui Twitter seperti dikutip BBC, Rabu (1/11).
Trump memang tidak secara terang-terangan mengatakan akan memperketat pemeriksaan terhadap imigran. Namun, ini mengacu pada program kampanye yang dicanangkannya untuk memeperketat masuknya imigran ke AS. Terlebih, Trump juga memberlakukan pelarangan travel dari sejumlah negara-negara Muslim.
Kelompok hak asasi sipil Amerika lantas bereaksi atas kebijakan itu. Mereka menilai negatif langkah yang diambil pemerintah. Mereka mengatakan, pemeriksaan ekstrim, terlebih bagi negara Muslim merupakan diskiriminasi terhadap umat Islam.
Seperti diketahui, seorang pria yang mengendarai truk sewaan menabrak para pejalan kaki dan pengendara sepeda di jalur sepeda di samping Sungai Hudson di New York City. Akibat insiden tersebut delapan orang tewas dan 11 orang mengalami luka-luka.
Pelaku kemudian diketahui sebagai warga negara Uzbekistan yagn dikenal dengan nama Sayfullo Habibullaevic Saipov yang datang di negara Paman Sam pada 2010 lalu. Pelaku diketahui tinggal dan menyewa truk di New Jersey.