REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi menilai, tren inflasi rendah selama dua bulan terakhir justru menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Sebelumnya dikabarkan, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan inflasi Oktober 2017 sebesar 0,01 persen.
"Walaupun memang ada transformasi struktural yang bisa membuat inflasi lebih rendah dibanding lima sampai sepuluh tahun lalu, kita mesti mewaspadai apakah inflasi yang rendah dalam dua bulan terakhir ini adalah tanda melemahnya konsumsi dan daya beli masyarakat," ujar Eric ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (1/11).
Eric menjelaskan, kelompok pengeluaran yang berperan besar pada tingkat inflasi Oktober 2017 adalah penurunan harga di kelompok bahan makanan. Kelompok tersebut mengalami deflasi 0,45 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,09 persen pada Oktober 2017.
Menurutnya, tidak ada faktor permintaan musiman pada Oktober yang menyebabkan kenaikan harga pangan. "Sehingga, kemungkinan penurunan harga bahan makanan ini terjadi karena permintaan yang turun terutama di subkelompok daging," ujarnya.
Bagi banyak rumah tangga, ujar Eric, daging merupakan bahan makanan yang relatif mewah. Jika daya beli melemah, konsumsi daging cenderung berkurang karena masyarakat akan memprioritaskan pengeluaran untuk bahan makanan lain yang lebih penting.
Selain itu, kata Eric, komponen inti juga mengalami inflasi relatif rendah di angka 0,17 persen. Ia memprediksi, hal itu terjadi karena permintaan yang tumbuh lambat.
Dengan inflasi September dan Oktober 2017 yang rendah, Eric memprediksi inflasi akhir tahun berpeluang pada kisaran 3,5 persen hingga 3,8 persen. Meski begitu, Eric mengingatkan untuk mewaspadai tingkat inflasi yang rendah itu dengan indikasi adanya penurunan daya beli masyarakat.