REPUBLIKA.CO.ID, QATAR -- Pemerintah Qatar mengungkapkan penyesalannya atas keputusan Bahrain mengenakan visa masuk pada warga negara Qatar dan penduduk asal Qatar di tengah kebuntuan politik antara negara-negara Teluk.
Ali Khalfan Al Mansouri, perwakilan Qatar untuk PBB, mengatakan, hal ini merupakan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara-negara Teluk dan merupakan pelanggaran mencolok terhadap kesepakatan dan resolusi Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
"Langkah Bahrain yang akan efektif mulai 10 November mengungkapkan kegigihannya dalam memutuskan hubungan kekerabatan antara keluarga Timur Tengah yang bertentangan dengan ketentuan dan prinsip agama Islam," kata Al Mansouri seperti dilansir dari laman Aljazirah, Rabu (1/11).
GCC adalah aliansi politik dan ekonomi enam negara yang terdiri dari Qatar, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi dan Oman. Organisasi Teluk ini sudah ada sejak tahun 1981.
Sebelum krisis, warga GCC menikmati banyak kebebasan bergerak antara negara-negara bagian, dan hubungan kesukuan yang erat menyebabkan ribuan perkawinan silang di antara warga GCC.
Keputusan Bahrain merupakan buntut krisis Teluk. Saudi dan sekutu, termasuk Bahrain, memberlakukan blokade laut, darat dan udara kepada Qatar sejak 5 Juni.
Dalam sebuah pernyataan yang dibuat di kantor berita kenegaraan pada hari Selasa, Bahrain mengatakan bahwa keputusan tersebut dibuat untuk menjaga keamanan dan keselamatan negara. Terutama mengingat implikasi terbaru dari krisis dengan Qatar, termasuk keputusan pemerintah Qatar untuk memperkuat hubungan dengan Iran, yang memiliki dampak negatif terhadap keamanan nasional dan regional.
Negara-negara yang memblokade Qatar menuduh Doha mendukung kelompok teroris dan memiliki hubungan dekat dengan Iran, saingan utama mereka di wilayah tersebut.