Kamis 02 Nov 2017 13:54 WIB

Cak Nun Berpesan pada NU untuk Lebih Bijaksana

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Menag Undang Cak Nun pada HAB Kemenag 2018
Foto: dok. kemenag.go.id
Menag Undang Cak Nun pada HAB Kemenag 2018

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini mengunjungi kota Istimewa Yogyakarta dan menyempatkan diri untuk bersilaturrahim dengan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) pada Selasa (31/10) lalu. Dalam silaturrahim tersebut, sejumlah persoalan kebangsaan dan keagamaan dibicarakan secara serius.

Menanggapi pergerakan NU saat ini, Cak Nun berpesan agar NU lebih bijaksana dan mengayomi umat. Menurut dia, NU harus bisa menjadi perkumpulan yang mengayomi yang keputusan-keputusannya berlandaskan tujuan untuk menegakkan keadilan dan kebijakaanaan.

"Gerakan NU harus sudut pandangnya adalah kebijaksanaan dan mengayomi. Itu yang paling penting," ujar Caknun saat berbincang dengan Helmy.

Sementara, Helmy mengatakan bahwa PBNU sendiri selama ingin membangun masyarakat yang mejemuk dan menjunjung nilai-nilai. Namun, kesadaran akan realitas yang majemuk tersebut disadari masih menjadi PR bersama bagi semua pihak. Maka, kata Helmy, untuk mengatasinya semua pihak harus bersinergi.

"Kami terus ingin membangun peradaban masyarakat yang di satu sisi majemuk namun di sisi lain sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan, kesadaran akan perbedaan, dan keterbukaan," kata Helmy dalam keterangan tertulisnya yabg diterima Republika.co.id, Kamis (2/11).

Dalam kunjungannya ke Yogyakarta, Helmy juga sempat menjadi pembicara dalam seminar dan Bedah Buku Negara Khilafah Versus Negara Kesatuan RI di UIN Sunan Kalijaga. Ia mengungkapkan bahwa bentuk NKRI yang merupakan konsensus kebangsaan sudah final, sehingga tidak diperlu lagi memperdebatkan lagi soal bentuk dan format negara.

"Konsep bernegara kita sudah ideal dalam konteks merangkul kemajemukan masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam keputusan NU di Situbondo, Pancasila merupakan dasar ideal untuk menjembatani dan mengakomodasi apa yang disebut sebagai kebinekaan," jelas Helmy.

Terkait dengan tantangan dan semangat nasionalisme kaum muda saat ini, menurut Helmy, sangat penting untuk mentransformasikan pesan-pesan nasionalisme dalam bentuk yang kreatif, seperti dengan berkampanye melalui media sosial.

"Jumlah pengguna media sosial di Indonesia sudah cukup banyak. Maka perlu ditekankan dan dipikirkan untuk membuat gerakan dan formulasi kampanye pesan-pesan nasiolisme melalui sarana-sarana yang disebut sebagai media sosial. Ini sangat penting sebagai bentuk respon perkembangan zaman," kata Helmy.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement