REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan Islam di Korsel memang tidak bisa lepas dari bantuan negara-negara Muslim lainnya, baik dari Asia atau Timur Tengah.
Pada 1962 Malaysia pernah menawarkan hibah sebesar 33 ribu dolar AS untuk rencana pembangunan masjid di Seoul. Tapi, rencana itu gagal akibat inflasi.
Tidak sampai 1970-an, ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak negara Timur Tengah membaik, minat dalam Islam mulai bangkit lagi. Ini didukung dengan tak sedikit warga Korsel yang bekerja di Arab Saudi masuk Islam dan kembali ke Korsel mendakwahkan agama baru mereka.
Menurut Presiden Korea Islam Institute Lee Hee-soo (Yi Huisu), ada sekitar 40 ribu Muslim di Korea Selatan dan sekitar 10 ribu merupakan Muslim yang taat.
Geliat keislaman pun kian menguat di Korsel. Tak hanya masjid, lembaga-lembaga Islam pun aktif berdiri, di antaranya, Yayasan Muslim Korea.
Yayasan ini membuka sekolah dasar Islam pertama. Pangeran Sultan bin Abdul Aziz pada 2009 lalu mengatakan, sekolah tersebut bertujuan membantu Muslim di Korsel belajar agama melalui kurikulum sekolah resmi.
Sebelum pembentukan sebuah sekolah dasar, madrasah bernama Sultan Bin Abdul Aziz telah difungsikan sejak 1990-an. Anak-anak belajar bahasa Arab, budaya Islam, dan bahasa Inggris.
Selain membuka sekolah dasar Islam pertama, Yayasan Komunitas Muslim Korea juga berencana membangun pusat budaya, sekolah menengah, bahkan universitas.
Duta Besar Arab Saudi untuk Seoul Abdullah al-Aifan mengatakan, Arab Saudi memberikan bantuan sebesar 500 ribu dolar AS untuk proses pembangunan ini.