REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga beras memberikan kontribusi sebesar 0,04 persen terhadap laju inflasi pada Oktober 2017 lalu. Ketua Umum persatuan pengusaha penggilingan padi dan pengusaha beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso mengatakan, kenaikan itu dipicu oleh siklus tahunan yang membuat pasokan beras pada musim kemarau menurun, namun kualitasnya meningkat.
"Pada bulan-bulan ini kecenderungan harga meningkat. Selama puluhan tahun begitu persoalannya," tutur dia, saat ditemui di Auditorium Kementerian Perdagangan, Kamis (2/11).
Lebih jauh, Soetarto menjelaskan, kondisi berbeda akan terjadi tiap panen raya di musim penghujan tiba. Pada masa tersebut, suplai berlebih sehingga harganya rendah. Namun begitu, kualitas beras yang dihasilkan lebih rendah.
Agar harga stabil sepanjang tahun, Soetarto menyarankan agar pemerintah melakukan perbaikan pada kualitas gabah saat panen raya. Sehingga, pasokan berlebih pada musim panen tersebut dapat disimpan untuk memenuhi kebutuhan di musim kering.
Adapun cara untuk meningkatkan kualitas gabah, menurut Soetarto, yakni dengan menggunakan mesin pengering. Saat ini, sebagian besar penggilingan padi masih melakukan pengeringan secara manual. Padahal, jika dikeringkan dengan pengering bermesin, gabah maupun beras dapat memiliki kualitas simpan yang lebih baik.
"Untuk beras mungkin (disimpan) enam bulan sampai satu tahun tidak akan rusak. Pada saat penen berikutnya, suplai tetep tinggi karena kualitasnya baik," tutur dia.
Menurut Soetarto, hanya penggilingan padi besar saja yang saat ini sudah menggunakan mesin pengering. Jumlah pengilingan padi yang masuk kategori tersebut juga sangat kecil, yakni hanya sekitar satu persen dari total penggilingan padi yang ada di Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan bersama dengan Bulog dan Satgas Pangan akan kembali melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga beras, utamanya beras kualitas medium yang mengalami kenaikan sekitar 5-10 persen. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, operasi pasar ini terutama ditujukan untuk memastikan harga bahan pangan pokok terkendali jelang Natal dan Tahun Baru.
Berdasarkan laporan Bulog, perusahaan plat merah tersebut saat ini memiliki cadangan beras medium sebanyak 1,7 juta ton. Sementara, Pasar Induk Beras Cipinang memiliki stok lebih dari 50.000 ton beras. "Berapa pun kebutuhannya, akan kita gelontorkan," kata Enggar.
Jelang Natal dan Tahun Baru, ada sejumlah daerah yang konsumsinya diprediksi akan meningkat, antara lain Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat serta Bali. Enggar sendiri telah melakukan rapat koordinasi dengan para kepala dinas perindustrian dan perdagangan dari semua provinsi demi memastikan ketersediaan pasokan dan distribusi barang berjalan lancar."Di awal Desember, beberapa provinsi yang lebih meriah perayaan Natal dan Tahun Barunya, maka stoknya kita harapkan sudah tersedia," kata dia.