REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Tidak sedikit Muslim yang bertanya, berapakah batas minimal pendapatan per bulan yang menyebabkan seseorang wajib mengeluarkan zakat. Hal tersebut dikupas oleh mantan Ketua Umum Baznas Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/11) pagi.
“Penghasilan minimal Rp 3,7 juta per bulan wajib mengeluarkan zakat 2,5 persen,” ujar Kiai Didin mengutip ketentuan dari Baznas.
Yang dimaksud dengan penghasilan, kata Kiai Didin, tidak hanya berupa gaji, melainkan juga dari sumber-sumber yang lain. “Jumlahkan gaji Anda dan penghasilan dari sumber lain selama sebulan. Kalau jumlahnya mencapai Rp 3,7 juta atau lebih, Anda wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen,” tutur pakar zakat dan ekonomi syariah itu.
Apakah jumlah penghasilan itu harus dikurangi dulu dengan jumlah cicilan atau utang? Menurut Kiai Didin, jangan. “Kalau dikurangi cicilan atau utang terlebih dahulu, nanti banyak orang yang tidak mau bayar zakat alias pedit. Jadi, keluarkanlah zakat Anda dari penghasilan gross (kotor) Anda dalam sebulan,” kata Guru Besar Agama Islam IPB itu.
Ia juga mengingatkan pentingnya membayar zakat melalui lembaga amil zakat yang resmi, agar zakat itu tepat sasaran sesuai dengan aturan dalam Alquran mengenai delapan ashnaf (penerima zakat). “Bayarlah zakat Anda melalui Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang umumnya berada di masjid-masjid. Jangan salurkan zakat Anda kepada pribadi atau perorangan. Anda boleh membayar zakat per bulan atau setahun sekali berdasarkan perhitungan tahun Hijriyah/ Qomariyah,” papar Kiai Didin.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu juga mendorong masjid-masjid yang ada di Indonesia untuk mendirikan UPZ. UPZ ini bekerja sama dengan Baznas tingkat kota/kabupaten. “Khusus di Kota Bogor ada 127 masjid yang memiliki UPZ. Dan UPZ-UPZ tersebut tumbuh dan berkembang dengn baik,” ungkap Kiai Didin.
Ia juga mengingatkan, zakat tidak sah diberikan kepada orang yang menjadi tanggungan pribadi yang mengeluarkan zakat tersebut. “Tidak sah zakat anak kepada orang tuanya, atau zakat orang tua kepada orang anaknya. Begitu pula, tidak sah zakat suami ke istrinya maupun istri kepada suamiya,” ujar Kiai Didin Hafidhuddin.