REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham
Gelaran pemilukada DKI Jakarta yang telah mengaduk-aduk emosi keberagamaan kita sudah usai. Namun dampak polarisasi umat itu masih sangat terasa. Bahkan sepertinya akan kembali terpantik dalam satu atau dua tahun lagi. Yakni, saat gelaran pemilukada serentak dan pilpres dimulai.
Harapannya tentu semua berjalan dengan baik dan lancar. Tidak menyeret sang peneduh umat yaitu ulama ke dalam pusara 'panas' politik. Tidak tajam menguliti keberadaan sosok penting dalam keumatan. Tidak mengkriminalisasinya.
Karena sungguh, dampak itu masih sangat terasa. Apalagi di ruang maya medsos kita. Sebagian saudara kita mendiskreditkan satu atau sekelompok ulama. Mencibir, menghinakan, melecehkan dan mengujar kebencian dengan bumbu serapah yang vulgar. Bukannya didengar, ditakazhimi dan diikuti setiap nasehatnya.
Sekedar mengingatkan akan dampaknya jika umat lari dari “Delegasi Allah" ini. Disitir dari salah satu kitab tua di beberapa pesantren salafiyah, kitab Nashoihul Ibad, sebuah hadits menyebutkan, bahwa akan ada tiga azab yang akan dialami umat jika lari dari pewaris para Nabi ini.
"Akan datang kepada umatku suatu masa di mana mereka lari menjauhi ulama dan fuqoha (ahli fiqih), maka Allah menurunkan tiga bala’ untuk mereka. Pertama, Allah menghilangkan berkah dari usaha mereka; Kedua, dikuasai oleh pemerintah yang zalim; Ketiga, keadaan wafatnya tidak membawa iman."
Ramalan Rasul itu seperti mendapati kebenarannya. Umat di negeri ini lebih senang dekat dengan penguasa, pejabat dan orang kaya. Mereka lebih bangga jika bersama dengan insan selebritis dan pemangku gemerlap dunia.
Akhirnya kita pun tidak lagi merasa aneh. Kenapa para konglomerat nakal, para pejabat korup yang sudah berharta triliunan masih gila harta, masih memakan harta rakyat? Jawabnya karena hartanya sudah tidak berkah. Hasil usaha yang tidak berkah pasti membawa keburukan dalam hidup, bila dimakan tidak menambah kenyang tapi malah kurang dan semakin rakus.
Makanan yang masuk menyebabkan tubuh malas beribadah dan kebanyakan berakhir menjadi suatu penyakit. Harta yang tidak berkah bila digunakan untuk biaya pendidikan anak bukannya menjadikan anak semakin baik melainkan malah menjadi semakin rusak; untuk berfoya-foya, zina, narkoba, atau setidaknya menyebabkan anak berani terhadap orang tua.
Lantas jika ingin selamat dari harta yang tidak berkah jalan satu-satunya adalah mendekat kepada para ulama. Jangan lari, apalagi sampai memfitnah dan melecehkannya.
Akibat lari dari ulama, banyak di antara kita akhirnya memilih pemimpin, pejabat, anggota dewan bukan lagi atas dasar kemampuannya berbuat adil tetapi karena ketenarannya, karena obral janjinya atau karena obral hartanya. Sehingga, ketika menjabat bukannya menjadi pengayom rakyat, pembawa suara rakyat, malah memakan harta rakyat.
Lebih ngeri lagi, tersebab lari dari ulama, umat ini akan keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman. Dengan kata lain su’ul khatimah. Dan inilah azab yang paling ditakutkan, naudzu billahi min dzalik.
Jika hal ini terjadi maka kesengsaraan yang dialami bukan tahunan melainkan kekal selama-lamanya, disiksa di api neraka.
Lari dari ulama apalagi sampai melecehkannya, seperti sedang menggali kuburan penuh nista, menyesatkan dan menghancurkan hidup dunia akhirat. Allah menyebutnya, seperti berperang dengan diri-Nya. ”Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman, "Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya…” (HR Bukhari). Dan para ulama, mereka adalah termasuk wali-wali Allah.
Wallahu a'lam.