REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri tetapkan Direktur PT Crown Pratama berinisial BB sebagai tersangka terkait penyimpangan distribusi Gula Rafinasi. Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri rencananya akan memanggil pihak hotel yang memesan gula rafinasi dari PT Crown Pratama.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigjen Pol Agung Setya, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap hotel-hotel yang diduga menggunakan gula rafinasi.
"Sudah-sudah kita cek. Kita cek secara keseluruhan. Terkait dengan masalah ini hari Senin kita akan panggil," ujar Agung di Jakarta, Jumat (3/11).
Saat ini pihak penyidik masih melakukan pendalaman terhadap tersangka BB. "Kita akan periksa dulu yang bersangkutan. Kita akan pertimbangkan seperti apa nanti," tambah Agung.
Dalam proses penyidikan, telah dilakukan pemeriksaan enam orang saksi, ahli dan penyitaaan dokumen terkait legalitas perusahaan serta dokumen penjualan dan pembelian gula rafinasi. PT Crown Pratama beralamat di Kelurahan Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat. Pada 13 Oktober 2017 lalu telah dilakukan penggeledahan oleh penyidik di PT Crown Pratama.
"Dari hasil penggeledahan ditemukan aktifitas pengemasan gula rafinasi dalam bentuk kemasan yang kemudian dijual oleh tersangka ke hotel dan kafe mewah untuk keperluan konsumsi," ungkap Agung.
Dalam penggeledahan tersebut penyidik menyita 20 sak gula kristal rafinasi dengan berat 50 Kg, serta 82.500 sachet gula Rafinasi siap konsumsi. Selain itu juga ditemukan bungkus kosong kemasan sachet dengan merek Hotel dan Cafe.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 tahun 2015 pasal 9 diterangkan bahwa Gula Kristal Rafinasi hanya bisa di distribusikan kepada Industri. Selain itu pada SK Menteri Perdagangan No 527 tahun 2004 juga menerangkan bahwa Gula Rafinasi dilarang digunakan untuk Konsumsi.
Terhadap tersangka BB dipersangkakan pasal 139 jo pasal 84 dan Pasal 142 jo pasal 91 UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan Pasal 62 Jo lasal 8 (1) huruf a UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan ancaman hukuman 5 tahun.