REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bursa Efek Indonesian (BEI) menyatakan Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir merupakan negara dengan kenaikan indeks saham tertinggi di seluruh dunia.
"Kenaikannya (selama 10 tahun) 227,60 persen. Tidak ada negara lain yang lebih tinggi dari itu," kata Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/11).
Menurut dia, di tengah penjualan investor asing lebih dari Rp 20 triliun, indeks saham Indonesia tetap mengalami kenaikan 13,87 persen. "Dalam satu dasawarsa terakhir ini tidak pernah terjadi sebelumnya," kata dia.
Hingga saat ini, kata dia, tidak ada satupun lembaga pemeringkat internasional yang tidak memberikan predikat "Layak Investasi" kepada Indonesia. Ia berharap tidak ada masyarakat Indonesia yang meragukan potensi investasi di negaranya sendiri.
"Tahun 2030 diprediksi kitalah negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia, dan menjadi keempat di tahun 2050," kata dia.
Dengan potensi itu, menurut dia, sudah seharusnya Indonesia menjadi tuan rumah di negaranya sendiri dengan mengampanyekan gerakan "Yuk Nabung Saham". Gerakan itu perlu digencarkan mengingat jumlah investor pasar modal asing yang cukup dominan.
"Yuk Nabung Saham adalah keberpihakan kepada seluruh rakyat Indonesia, menjadikan investasi pasar modal terjangkau, sederhana bukan njlimet, dan untuk masa depan yang lebih baik," kata dia.
Ia mengatakan saat ini jumlah investor baru terus bertambah dan berkontribusi 54,2 persen terhadap kenaikan transaksi saham harian sepanjang 2017, di mana 22,6 persen di antaranya merupakan kontribusi para investor individu Indonesia.
Sementara itu, di Yogyakarta hingga Agustus 2017 jumlah investor pasar modal mencapai 28.558 investor dengan total rata-rata transaksi per bulan mencapai Rp 1,6 triliun dan 30 persen di antaranya merupakan kalangan mahasiswa yang mewakili golongan generasi millenial.
"Rata-rata mereka punya saham dan punya reksadana juga untuk wahana investasinya," kata Kepala Kantor Perwakilan BEI DIY, Irfan Noor Riza.