REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai pembentukan tum gabungan pencari fakta untuk menunjang pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan diperlukan. Pasalnya, dalam kasus ini menurut dia bukan hanya persoalan teknis yang diungkapkan kepolisian.
"Kasus ini berdimensi politis, sehingga tidak bisa dilakukan secara teknis saja," ujar Ifdhal di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11).
Menurut dia, terdapat sejumlah variabel yang membuat publik bertanya mengapa Novel yang seorang penyidik KPK harus disiserang dengan air keras. Untuk menuntaskan masalah tersebut, maka TGPF mutlak diperlukan.
"Agar publik menepiskan anggapan negatif pada kepolisian memang membentuk TPGF menjadi masuk akal dan perlu dikembangkan," kata Ifdhal.
Untuk saat ini, menurut Ifdhal presiden masih dalam tahap percaya proses penyelidikan pidana kepolisian. Untuk mempercepat proses ini presiden panggil memanggil Kapolri untuk memantau laju penyidikan.
Namun, dengan adanya TGPF, diharapkan laju penyidikan bisa dipercepat lagi. "Nanti TGPF hasilnya berupa rekomendasi yang bisa ditelusuri lebih jauh pada polisi," ujarnya.
Ifdhal melanjutkan, polisi akan bekerja dalam tataran teknis pengungkapan tindak pidana yang bersifat //pro justicia//. Sedangkan TGPF akan melakukan dukungan untuk penyidikan polisi tersebut. Sehingga, keduanya bersifat saling melengkapi.
Kasus Novel saat ini berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Hingga kini bukti-bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel. Meskipun, salah satu sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat. Sedangkan satu sketsa lainnya masih dalam tahap penyelesaian.
Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-El itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.