REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bersikap tegas mendukung wacana pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan. Pasalnya, Novel adalah penyidik KPK yang seharusnya dilindungi.
"Bayangkan penyidik KPK (Novel) diserang, dia yang sebagai ketua atau pimpinan KPK harusnya menyambung aspirasi pegawai," ujarnya Isnur di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11).
Serangan terhadap Novel Baswedan dinilainya sebagai serangan terhadap institusi KPK sendiri. Untuk itu, jajaran pimpinan KPK, menurut Isnur, harus meningkatkan dukungan terhadap wacana pembentukan TGPF.
Isnur menambahkan, fenomena penyerangan Novel sejatinya bukan hal baru. Menurut dia, YLBHI telah memantau sejak 2012 Novel kerap mendapati ancaman keamanan dirinya. Selain itu, setiap kali Novel mengungkap kasus, maka selalu ada kasus masa lalu Novel yang diangkat.
Saat itu, lanjut Isnur, Novel sempat ditahan di Mako Brimob dalam kasus di Polda Bengkulu. Dia pun diboyong ke Bengkulu dengan dalih rekonstruksi kasus. "Seharian kita tunggu di sana tidak ada, lah wong jaksa belum siap," kata dia.
Pola seperti ini, menurut Isnur, kerap terjadi saat penyidik KPK melakukan pengungkapan kasus yang membawa nama petinggi negara. Sehingga, pimpinan KPK diharapkan dapat lebih tegas bersikap melindungi pegawainya.
Kasus Novel saat ini berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Hingga kini bukti-bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel.
Meskipun, salah satu sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat. Satu sketsa lainnya masih dalam tahap penyelesaian.
Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis asam sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-El itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.