REPUBLIKA.CO.ID, Syafaat adalah permohonan agar kesalahan seseorang terhapuskan. Orang yang memberi syafaat disebut syafi’ atau syafi’ yang bentuk jamaknya adalah syufa’a atau syafi’un. Namun, bagaimana hukumnya bagi seorang Muslim berdoa kepada Allah SWT untuk dianugerahi syafaat?
Dikutip dari Ensiklopedia Alquran, sebagian ulama berpendapat bahwa makruh hukumnya bagi kaum Muslim yang bertakwa untuk berdoa kepada Allah SWT agar menganugerahkan syafaat Nabi Muhammad SAW kepada dirinya. Sebab, menurut mereka, syafaat Beliau (Nabi SAW) hanya diperuntukkan bagi orang yang berdosa.
Namun, pendapat ini dianggap keliru pula oleh sebagian ulama. Syafaat dimaksudkan untuk meringankan manusia dari kedahsyatan saat proses pemeriksaan. Manusia, betapa pun mendalam keimanannya kepada Allah SWT dan kuat komitmennya terhadap segala ketentuan-Nya, tetap membutuhkan rahmat dan ampunan Allah SWT.
Ia tidak terbebas dari kesalahan, Allah SWT berfirman: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. an-Nisa ayat 28)
Syafaat adakalanya merupakan perbuatan yang baik dan adakalanya pula berupa perbuatan yang buruk, seperti disebutkan dalam firman Allah SWT: “Siapa yang memberi syafaat yang baik, niscaya akan memperoleh bagian (pahala) darinya; dan siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya akan memikul bagian (dosa) darinya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S an-nisa ayat 85)
Kata syafa’a dan sejenisnya disebutkan dalam Alquran sebanyak 29 kali. Para ulama dan musafir sepakat bahwa syafaat itu benar-benar terjadi. Yang dimaksud syafaat di sini adalah syafaat di hadapan Allah SWT pada hari Kiamat kelak. Supaya Allah SWT menutupi segala kesalahan kaum mukmin yang mengharuskan mereka masuk neraka.
Siapakah yang memperoleh syafaat?
Sebagian pihak, seperti Mu’tazilah mengatakan, bahwa syafaat tidak diperkenankan bagi kaum mukmin yang berdosa besar. Karena, keberadaan mereka di neraka demikian lama, bahkan kekal. Mereka (kalangan Mu’tazilah) menyandarkan pendapatnya pada firman Allah SWT:
“Dan berilah mereka peringatan akan hari yang semakin dekat (hari Kiamat, yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan karena menahan kesedihan. Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolong yang diterima (pertolongannya).” (QS. al-Mu’min ayat 18)
Namun dengan landasan ayat ini, tidaklah cukup untuk mengukuhkan penolakan terhadap syafaat. Mengingat mayoritas musafir berpendapat bahwa yang dimaksud ‘orang yang zalim’ pada ayat tersebut adalah orang kafir yang tidak beriman kepada hari kebangkitan dan penghisaban (meskipun mereka mengklaim dirinya beriman kepada Allah SWT).
Allah SWT menjelaskan persoalan syafaat ini dalam berbagai ayat Alquran. Di antaranya, Allah SWT berfirman: “Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang telah diberi izin oleh Yang Maha Pemurah dan Dia telah meridhai perkataannya.”
Semoga kita kelak termasuk orang-orang yang memperoleh syafaat Nabi Muhammad SAW. Wallahualam.