REPUBLIKA.CO.ID, ARAB SAUDI -- Arab Saudi mengatakan, telah mencegat sebuah rudal balistik yang ditembakkan dari Yaman, setelah ledakan keras terdengar di dekat bandara Riyadh. Kantor berita Saudi Press Agency melaporkan, berdasarkan keterangan pemerintah, rudal tersebut hancur di atas ibu kota dan fragmennya jatuh di wilayah bandara.
Sebuah saluran TV yang terkait dengan pemberontak Houthi di Yaman mengatakan, rudal tersebut ditembakkan ke Bandara Internasional Raja Khalid. Namun, otoritas penerbangan sipil mengatakan, lalu lintas udara tidak terganggu.
Pasukan Saudi telah melaporkan penembakan terhadap rudal Houthi sebelumnya, meski tidak ada yang mendekati pusat populasi utama. Kelompok pemberontak diyakini memiliki akses untuk memasuki persediaan rudal balistik Scud. Pasukan Saudi sebelumnya mumpuhkan kelompok tersebut dengan rudal dari darat ke udara Patriot yang dibeli dari AS.
Houthi melepaskan sebuah rudal ke Riyadh bulan Mei lalu, tepatnya sehari sebelum Presiden AS Donald Trump datang untuk berkunjung. Rudal tersebut ditembak dari bawah hingga mencapai 200 km dari ibukota.
Yaman sendiri telah hancur oleh perang antara kekuatan yang mendukung pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi yang diakui secara internasional m, dengan mereka yang bersekutu dengan gerakan pemberontak Houthi.
Arab Saudi memimpin sebuah kampanye untuk mengalahkan Houthi, dan membentuk kekuatan terbesar dalam koalisi udara internasional yang telah mengebom kelompok pemberontak tersebut sejak tahun 2015.
Rabu (1/11), sebuah serangan yang diduga dilakukan oleh koalisi pemimpin Arab Saudi telah membunuh setidaknya 26 orang di sebuah hotel dan pasar di Yaman utara. Hal tersebut disampaikan oleh petugas medis dan pejabat setempat, seperti yang dilansir dari BBC News, Ahad (5/11).
Kelompok hak asasi manusia mengatakan, koalisis tersebut telah melakukan pengeboman terhadap sekolah, rumah sakit, pasar dan daerah pemukiman, serta mengatakan hal tersebut merupakan sasaran militer yang sah.
Perundingan yang dilakukan PBB telah gagal mengakhiri pertumpahan darah di Yaman, yang telah menewaskan lebih dari 8.600 orang dan melukai hampir 50 ribu orang sejak kampanye yang dipimpin oleh pemerintah Arab Saudi dimulai.
Konflik tersebut juga telah menyebabkan 20,7 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menciptakan keadaan darurat keamanan pangan terbesar di dunia. Selain itu, konflik tersebut juga menyebabkan wabah kolera yang diyakini telah mempengaruhi 884 ribu orang dan menyebabkan 2.184 kematian.