Ahad 05 Nov 2017 09:15 WIB

Pengunduran PM Lebanon akan Perburuk Konflik Sekretarian

Saad Hariri
Foto: Guardian
Saad Hariri

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Perdana Menteri (PM) Lebanon Saad al-Hariri memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada Sabtu (4/11), dengan mengatakan dia yakin ada rencana pembunuhan terhadap dirinya. Seorang menteri pemerintah Arab Saudi mengatakan, saat ini Hariri berada di Riyadh untuk memastikan keamanannya.

Pengunduran diri Hariri menjadi sebuah kejutan besar bagi politik Beirut, karena akan menjatuhkan koalisi pemerintahan dan menjatuhkan Lebanon ke dalam krisis politik baru. Hal ini juga akan mendorong Lebanon ke garis depan dalam perselisihan sekretarian regional antara Sunni Arab Saudi dan Syiah Iran. Konflik ini telah terjadi di Suriah, Irak, Yaman, dan Bahrain.

Hariri menuduh Iran dan sekutunya di Lebanon, Hizbullah, telah menabur perselisihan di dunia Arab. Menurutnya, Hizbullah dan Iran telah membawa Lebanon ke dalam ancaman sanksi internasional.

Dalam sebuah siaran langsung di lokasi yang dirahasiakan, Hariri, yang bersekutu dengan Arab Saudi, menuduh Hizbullah telah mengarahkan senjata mereka di Yaman, Suriah, dan Lebanon. Ia menambahkan, Iran juga telah menyebabkan kehancuran dan menaruh kebencian yang mendalam terhadap bangsa Arab.

Saluran televisi milik Arab Saudi al-Arabiya al-Hadath melaporkan, sebuah rencana pembunuhan terhadap Hariri berhasil digagalkan di Beirut beberapa hari yang lalu. Media ini mengutip sebuah sumber yang tidak disebutkan namanya.

Menteri Urusan Teluk Arab Saudi Thamer al-Sabhan mengatakan dalam sebuah wawancara televisi, personil keamanan pribadi Hariri telah mengkonfirmasi informasi tentang rencana pembunuhannya. Meski demikian, pasukan keamanan internal Lebanon mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka tidak memiliki informasi mengenai masalah tersebut.

"Kita hidup dalam iklim yang serupa dengan atmosfer yang terjadi sebelum pembunuhan Rafik al-Hariri. Saya telah merasakan apa yang direncanakan dengan sembunyi-sembunyi untuk menargetkan hidup saya," kata Hariri.

Mantan PM Lebanon Rafik al-Hariri tewas dalam serangan bom Beirut pada 2005. Insiden ini kemudian mendorong anaknya, Saad al-Hariri, untuk terjun ke dunia politik yang memicu pergolakan selama bertahun-tahun.

Pengadilan yang didukung PBB telah menyatakan lima anggota Hizbullah bersalah atas pengeboman tersebut. Namun Hizbullah membantah terlibat.

Koalisi pemerintahan Hariri, yang berkuasa tahun lalu, telah mengelompokkan hampir semua partai besar di Lebanon, termasuk Hizbullah. Ia mengambil alih jabatan politik sebagai PM dan Michel Aoun, sekutu Hizbullah, menjabat sebagai presiden. Hal ini dipandang sebagai kemenangan bagi Iran.

Belum jelas siapa yang akan menggantikan Hariri, sebagai salah satu politisi Sunni yang paling berpengaruh. PM haruslah seorang Sunni di sektarian Lebanon.

Aoun harus menunjuk kandidat dengan dukungan terbanyak di antara anggota parlemen. Dia diharapkan dapat berkonsultasi dalam beberapa hari mendatang.

Kantor Presiden Aoun mengatakan Hariri telah menghubunginya dari luar Lebanon, untuk memberitahukan pengunduran dirinya. "Dia telah menunda kunjungan ke Kuwait dan mengarahkan badan-badan militer dan keamanan untuk menjaga stabilitas," ujar penyataan dari kantor presiden.

Hariri terbang ke Arab Saudi pada Jumat (3/11), setelah bertemu di Beirut dengan Ali Akbar Velayati, penasihat dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Velayati sempat menggambarkan koalisi pemerintahan Hariri sebagai sebuah kemenangan dan kesuksesan besar.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pihaknya terus mengikuti situasi pascapengunduran diri Hariri dengan ketat. AS mencatat, Hariri selama ini telah menjadi mitra kuat dalam membangun institusi negara dan dalam perang melawan teror.

"AS mengharapkan adanya proses politik yang tertib di Lebanon dan akan tetap mendukung institusi sah negara Lebanon," ujar pejabat tersebut.

Hubungan erat Hizbullah dengan Iran dan dukungannya terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam perangnya dengan pemberontak, telah menjadi sumber utama ketegangan di Lebanon selama bertahun-tahun.

Sejak menjabat, Hariri telah bekerja untuk mengumpulkan bantuan internasional bagi sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah di Lebanon. Keruntuhan pemerintahannya akan mempersulit persiapan pemilihan parlemen tahun depan, yang pertama di Lebanon sejak 2009.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement