REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti tidak menyarankan penanganan kasus penyerangan Novel Baswedan diserahkan kepada Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Jika diserahkan ke TGPF, justru penanganan kasus akan terhambat karena sedikitnya kewenangan TGPF.
"Kami tidak merekomendasikan penanganan kasus Novel oleh TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) atau TPF (Tim Pencari Fakta)," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (5/11).
Poengky mengungkapkan, kewenangan TGPF itu sedikit sehingga ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan tim tersebut. Contohnya pada kasus pembunuhan aktivis HAM Munir pada 7 September 2004 yang lalu. Pemerintahan saat itu sempat membuat TPF untuk menyelidiki kasus Munir.
Sayangnya, penyelidikan TPF tidak bisa menembus Badan Intelijen Negara (BIN). Sebab pihak BIN tidak bersedia hadir saat dipanggil TPF Munir untuk dimintai keterangan. Karena itu, tidak ada orang-orang dari kalangan BIN yang diperiksa oleh anggota TPF Munir. "Ini jelas merepotkan," ujarnya.
Selain tidak bisa menembus BIN, lanjut Poengky, ada berbagai hal lain yang akan membatasi kerja TGPF atau TPF. Di antaranya, masa kerja yang hanya beberapa bulan, dan terbatasnya anggaran. "Bagi saya, pengalaman dalam kasus Munir menjelaskan TPF tidak punya banyak kewenangan dan kami dulu tidak berhasil memeriksa orang-orang dari institusi negara misalnya BIN," ucap dia.
Poengky melanjutkan, lamanya waktu penanganan kasus tidak bisa menjadi tolak ukur berhasil-tidaknya penegak hukum dalam mengungkap kasus tersebut. Dalam kasus Munir, penetapan salah satu tersangkanya pun makan waktu hingga setengah tahun.
"Kasus Munir dulu penanganannya juga lama. Serangan terhadap Munir sophisticated. Pollycarpus selaku salah satu tersangka kasus Munir juga baru dinyatakan sebagai tersangka pada pertengahan Maret 2005, sementara Munir dibunuh pada 7 September 2004. Lamanya waktu bukan ukuran," kata dia.