Ahad 05 Nov 2017 20:20 WIB

Penangkapan Pangeran Buat Pasar Saham Saudi Anjlok

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Israr Itah
Pangeran Alwaleed Bin Talal Bin Abdulaziz Al Saud.
Foto: EPA-EFE/LUCAS DOLEGA
Pangeran Alwaleed Bin Talal Bin Abdulaziz Al Saud.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pasar saham Arab Saudi anjlok pada awal perdagangan Ahad (5/11). Ini merupakan dampak dari penangkapan sejumlah pangeran, menteri, dan mantan menteri Arab Saudi yang terlibat kasus korupsi.

Dilaporkan laman Middle East Monitor, indeks ekuitas Saudi turun 1,0 persen setelah 25 menit perdagangan akibat penurunan saham membanjiri pelaku pasar. Perusahaan investasi Kingdom Holding yang dimiliki Pangeran Alwaleed bin Talal jatuh 9,9 persen. Pangeran Alwaleed adalah satu dari 11 pangeran yang baru saja ditahan oleh komite antikorupsi Saudi.

Saham di National Industrialisation Co (Tasnee), di mana Kerajaan Arab Saudi memiliki saham sekitar 6,2 persen, ikut turun 1,3 persen. Banque Saudi Fransi, yang 16,2 persen sahamnya dimiliki Kerajaan Arab Saudi, tenggelam 2,8 persen.

Para analis menilai bahwa berita penangkapan sejumlah menteri dan pangeran Kerajaan Arab Saudi telah mengkhwatirkan pasar saham. Sebab pelaku bisnis yang terlibat dalam penyelidikan korupsi mungkin harus menjual sebagian dari kepemilikan ekuitas mereka, yang untuk sementara ini setidaknya dapat melemahkan harga. Investasi baru di pasar oleh pengusaha dapat menyusut.

Kendati demikian, menurut para analis, investor lokal pada akhirnya dapat menyambut prospek Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Meningkatkan kekuatannya dan mengurangi ketidakpastian tentang wewenangnya. Reformasi ekonomi seperti proyek privatisasi dan pembangunan sekarang berpotensi bergerak lebih cepat.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud telah membentuk komite antikorupsi yang diketuai oleh Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman. Hingga saat ini, komite tersebut dilaporkan telah menahan 11 pangeran, empat menteri, dan puluhan mantan menteri yang terlibat kasus korupsi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement