REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai kesesuaian kartu sim (sim card) seluler prabayar harus teregister dengan identitas usernya sudah berlaku di negara-negara lain. Karena itu menurutnya, wajar jika Pemerintah saat ini menerapkan ketentuan tersebut.
Namun ia menyayangkan kebijakan registrasi baru kartu sim dengan jumlah signifikan tersebut tidak diikuti dengan sosialisasi waktu yang cukup. "Yang disayangkan, harusnya untuk kebijakan seperti registrasi dengan jumlah signifikan seperti registrasi ini, harus disosialisasikan dalam waktu yang cukup," ujar Bobby melalui pesan singkatnya pada Ahad (5/11).
Menurutnya, registrasi dengan jumlah yang signifikan tersebut juga perlu dites terlebih dahulu sinkronisasi dan keamanan jaringannya. Hal ini juga agar menghindari kegagalan dalam proses registrasi.
"Kami merekomendasikan bahwa database di provider perlu disinkronisasi dengan data dari Kemendagri sehingga hal seperti itu bisa diminalisir," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya jaminan keamanan data dari setiap user. Karenanya, hal tersebut yang juga harus dipastikan oleh Pemerintah dan operator seluler. "Betul, privacy security," ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR dari PKS Sukamta juga mendukung kebijakan registrasi kartu sim jika memang tujuan kewajiban registrasi tersebut tak lain untuk menangkal dan mencegah tindak kejahatan. Sebab, tidak dapat dipungkiri para pelaku tindak kejahatan menggunakan gadget untuk berkomunikasi dalam rangka menjalankan misinya, baik itu tindak terorisme, bisnis hoaks, maupun lainnya.
Namun ia mengingatkan, jumlahnya segelintir dibanding pengguna gadget lainnya yang mayoritas memang menggunakan gadget untuk berkomunikasi dalam urusan-urusan kehidupan yang normal, bukan kejahatan. "Makanya pemerintah perlu memberikan jaminan keamanan data warga dari kepentingan yang tidak diinginkan baik itu yang sifatnya kriminal, sosial maupun ekonomi, seperti tertuang dalam UU ITE Pasal 26 ayat 1," katanya.