REPUBLIKA.CO.ID, NGAMPRAH -- Sebagian masyarakat di Desa Tagog Apu, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat yang terkena dampak dari pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung meminta PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) melakukan pengukuran ulang lahan. Sebab, pengukuran yang telah dilaksanakan tidak pernah ada kejelasan.
Ini disampaikan Kepala Desa Tagog Apu, Tata Apendi. Ia mengatakan, warga melalui dirinya meminta dilaksanakan pengukuran yang lebih otentik.
"Pengukuran lahan yang sudah dilaksanakan tanpa dilengkapi dengan nama pemilik lahan. Masyarakat merasa pengukuran tersebut ganjil," ujarnya akhir pekan kemarin.
Menurutnya, warga juga mempertanyakan harga tanah serta kapan akan menerima kompensasi atas tanah milik mereka yang akan dijadikan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.
"Saya sudah menanyakan, berapa harganya dan kapan dibayarkan, tapi pihak kereta cepat sama sekali belum memberikan penjelasan," katanya. Ia menuturkan, wajar masyarakat menanyakan hal tersebut sebab warga Desa Nyalindung dan Cempaka telah menerima pembayaran.
"Masyarakat minta diberikan kejelasan, dan pembayarannya dilakukan langsung ke pemilik lahan supaya transparan," ungkapnya.
Bupati Bandung Barat, Abubakar mengatakan, dalam tahap pembebasan lahan, PT KCIC tidak mempunyai wewenang. Sebab, otoritas untuk pembebasan lahan ini adalah konsorsium yang terdiri dari empat gabungan BUMN, yakni Wijaya Karya, PT Kereta Api, PTPN, dan Jasa Marga yang melahirkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
Dirut PT PSBI, Natal Argawan Pardede mengakui, pembangunan jalur kereta cepat mengalami pengunduran dari waktu yang ditetapkan karena terbentur masalah tata ruang nNasional.
"Tapi sekarang sedang berproses, tahap perencanaan dan tahap persiapan sudah diselesaikan dengan penlok, sudah keluar sejak tanggal 7 September 2017 lalu dari Gubernur Jabar," katanya.