REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim biro hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyampaikan jawaban terhadap praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh (IKS), tersangka dugaan korupsi pengadaan Heli AW 101, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (6/11). KPK menilai korupsi pengadaan peralatan di TNI bukan hanya merugikan keuangan negara, namun juga beresiko besar mengancam keamanan negara.
"Pada agenda kali ini, KPK akan menegaskan kewenangan KPK bersama TNI untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan pihak sipil dan militer. Kerjasama KPK dan TNI merupakan salah satu strategi penting untuk memaksimalkan upaya pemberantasam korupsi, baik penindakan ataupun pencegahan di sektor militer," ujar Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, Senin (6/11).
Karena, sambung Febri, jika korupsi terjadi, apalagi terkait dengan pengadaan peralatan yang sifatnya vital di TNI, tentu akan beresiko tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga beresiko lebih besar terhadap upaya mewujudkan keamanan dan juga rasa keadilan di tubuh TNI.
"Oleh karena itu, harapan KPK, proses praperadilan ini dapat memperkuat kerjasama KPK dan TNI dalam memerangi korupsi," ucap Febri.
Adapun, sidang praperadilan akan digelar selama sepekanmengingat hakim memiliki 7 hari kerja untuk pembacaan putusan. Setelah sempat ditunda sepekan atas permintaan KPK, sidanh praperadilan perdana digelarpada Jumat (3/11) pembacaan permohonan, kemudian Senin (6/11) jawaban termohon, pengajuan bukti pemohon dan bukti termohon. Pada Selasa (7/11) pemeriksaan ahli, saksi dari pemohon, dilanjutkan padaRabu (8/11) pemeriksaan ahli, saksi dari termohon. Kemudiam Kamis (9/11) kesimpulan dan Jumat (10/11) atau maksimal Senin (13/11) keputusan dari Majelis Hakim.
Dugaan korupsi pembelian heli AW-101 terbongkar lewat kerja sama antara TNI dan KPK. Sudah ada lima tersangka yang ditetapkan terkait kasus ini, empat dari unsur militer dan satu merupakan sipil, seorang pengusaha.
Kasus bermula pada April 2017 ketika TNI AU mengadakan satu unit Helikopter AW101 dengan metode pembelian khusus. Persyaratan lelang harus diikuti dua pengusaha. Dalam hal ini ditunjuk PT Karya Cipta Gemilang dan PT Diratama Jaya Mandiri.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016, saat meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri mmenaikkan nilai kontraknya menjadi Rp738 miliar.